Dikatakan oleh Al Habib Abdullah Al Haddad radlialLahu 'anh,
الرَجُلُ الْكَامِلُ هُوَ الَّذِيْ يُسَامِحُ فِيْ حُقُوْقِهِ وَلاَ يُسَامِحُ فِيْ حُقُوْقِ اللهِ تَعَالَى؛ وَالرَّجُلُ النَّاقِصُ هُوَ الَّذِيْ يَكُوْنُ عَلَى الْعَكْسِ
“Suami yang sempurna adalah, laki-laki yang mempermudah hak-haknya dan tidak meremehkan hak-hak Alloh Swt,- sedangkan laki-laki yang kurang sempurna adalah sebalik-nya “.
Diriwayatkan, dahulu kala ada seseorang yang saleh, dan memiliki saudara
yang saleh juga. Setiap tahun dia selalu mengunjungi saudara-nya
tersebut. Suatu saat ketika dia mengujunginya sesampai dia pada pintu
rumah yang dituju, terlihat pintu yang masih tertutup. Dia-pun mengetuk
pintu rumah tesebut. Terdengar suara perempuan dari dalam,
“Siapa?”
“Aku, saudara suamimu” kata orang saleh tersebut, dia katakan “Aku datang untuk mengunjunginya semata-mata karena Alloh”
“Dia sedang keluar mencari kayubakar”, suara perempuan didalam rumah, “Semoga dia tidak kembali” tambah-nya. Tidak cuma demikian, istri orang saleh tersebut, melanjutkan perkataan-nya dengan bergumam, mengumpat serapah suami-nya. Ketika asek dengan perbincangan tibalah orang saleh, suami perempuan tersebut dengan menuntun harimau, yang dipunggung-nya terdapat kayu bakar. Ketika melihat saudara-nya telah datang mengunjungi-nya dia-pun berhambur, seraya memberi salam kepada-nya.
Kayubakar tersebut lalu diturunkan dari punggung harimau, dia katakan kepada-nya, “Sekarang pergilah kamu, semoga Alloh ta’ala memberkahimu”.
Kemudian, orang saleh tersebut mempersilakan masuk saudara-nya, sementara sang istri masih sibuk dengan memaki-maki diri-nya. Namun begitu jauh, dia hanya terdiam tanpa menunjukkan reaksi kebencian kepada istri-nya.
Setelah perbincangan agak begitu lama, hidangan-pun disuguhkan, dilanjutkan dengan perbincangan, setelah itu orang saleh tersebut berpamitan dengan menyimpan kekaguman yang sangat kepada saudara-nya atas kesabaran-nya menghadapi istri-nya yang berlidah panjang, begitu hebat cerewet-nya.
Setelah setahun berikut-nya, orang saleh tersebut sudah tiba saat-nya mengunjungi sauda-nya. Sesampai dipintu rumah, dia mengetuk pintu rumah yang masih tertutup. Keluarlah istri-nya dengan mengatakan:
“Tuan, siapa?”
“Aku, adalah saudara suami-mu” balas-nya.
Dia katakan “kedatanganku kesini untuk mengunjungi-nya”
“Ooh, selamat datang Tuan” jawab istri-nya, seraya mempersilakan masuk dengan penuh keramahan.
Tidak begitu lama, saudara yang ditunggunya datang dengan memanggul seikat kayu bakar. Mereka segera terlibat perbincangan, sambil menikmati hidangan yang disajikan. Setelah merasa cukup, ketika dia akan berpamitan dia tanyakan beberapa hal. Bagaimana dahulu dia mampu menundukkan se-ekor harimau, dan mampu memerintahkan untuk membawa kayu bakar.
“Kenapa begitu?” tanya saudara-nya.
Ketahuilah saudaraku, isteriku yang dahulu berlidah panjang itu sudah meninggal. Sedapat mungkin aku berusaha bersabar atas perangainya yang buruk. Sehingga Allah memberi kemudahan diriku untuk menundukkan Seekor harimau sekalipun, sebagaimana yang pernah kau lihat sendiri sambil membawa kayu bakar. Semuanya terjadi lantaran kesabaranku pada-nya. Lalu aku menikah lagi dengan perempuan yang shalihah ini. Aku sangat gembira mendapatkan-nya. Maka harimau itupun dijadikan jauh dariku, karena itu aku memanggul sendiri kayu bakar itu, lantaran kegembiraanku terhadap isteriku yang shalihah sekarang ini. ”
Disadur dari, Sarh Uqudulijaian Lin Nawawi Al-Bantany.
“Siapa?”
“Aku, saudara suamimu” kata orang saleh tersebut, dia katakan “Aku datang untuk mengunjunginya semata-mata karena Alloh”
“Dia sedang keluar mencari kayubakar”, suara perempuan didalam rumah, “Semoga dia tidak kembali” tambah-nya. Tidak cuma demikian, istri orang saleh tersebut, melanjutkan perkataan-nya dengan bergumam, mengumpat serapah suami-nya. Ketika asek dengan perbincangan tibalah orang saleh, suami perempuan tersebut dengan menuntun harimau, yang dipunggung-nya terdapat kayu bakar. Ketika melihat saudara-nya telah datang mengunjungi-nya dia-pun berhambur, seraya memberi salam kepada-nya.
Kayubakar tersebut lalu diturunkan dari punggung harimau, dia katakan kepada-nya, “Sekarang pergilah kamu, semoga Alloh ta’ala memberkahimu”.
Kemudian, orang saleh tersebut mempersilakan masuk saudara-nya, sementara sang istri masih sibuk dengan memaki-maki diri-nya. Namun begitu jauh, dia hanya terdiam tanpa menunjukkan reaksi kebencian kepada istri-nya.
Setelah perbincangan agak begitu lama, hidangan-pun disuguhkan, dilanjutkan dengan perbincangan, setelah itu orang saleh tersebut berpamitan dengan menyimpan kekaguman yang sangat kepada saudara-nya atas kesabaran-nya menghadapi istri-nya yang berlidah panjang, begitu hebat cerewet-nya.
Setelah setahun berikut-nya, orang saleh tersebut sudah tiba saat-nya mengunjungi sauda-nya. Sesampai dipintu rumah, dia mengetuk pintu rumah yang masih tertutup. Keluarlah istri-nya dengan mengatakan:
“Tuan, siapa?”
“Aku, adalah saudara suami-mu” balas-nya.
Dia katakan “kedatanganku kesini untuk mengunjungi-nya”
“Ooh, selamat datang Tuan” jawab istri-nya, seraya mempersilakan masuk dengan penuh keramahan.
Tidak begitu lama, saudara yang ditunggunya datang dengan memanggul seikat kayu bakar. Mereka segera terlibat perbincangan, sambil menikmati hidangan yang disajikan. Setelah merasa cukup, ketika dia akan berpamitan dia tanyakan beberapa hal. Bagaimana dahulu dia mampu menundukkan se-ekor harimau, dan mampu memerintahkan untuk membawa kayu bakar.
“Kenapa begitu?” tanya saudara-nya.
Ketahuilah saudaraku, isteriku yang dahulu berlidah panjang itu sudah meninggal. Sedapat mungkin aku berusaha bersabar atas perangainya yang buruk. Sehingga Allah memberi kemudahan diriku untuk menundukkan Seekor harimau sekalipun, sebagaimana yang pernah kau lihat sendiri sambil membawa kayu bakar. Semuanya terjadi lantaran kesabaranku pada-nya. Lalu aku menikah lagi dengan perempuan yang shalihah ini. Aku sangat gembira mendapatkan-nya. Maka harimau itupun dijadikan jauh dariku, karena itu aku memanggul sendiri kayu bakar itu, lantaran kegembiraanku terhadap isteriku yang shalihah sekarang ini. ”
Disadur dari, Sarh Uqudulijaian Lin Nawawi Al-Bantany.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar