Membangaun rumah tangga ibarat menbangun sebuah rumah perlu penelitian yang seksama. Membangun rumah perlu memikirkan tanahnya, bahan bangunannya dll.
Begitu juga dengan membangun rumah tangaga perlu menetili semua aspek perkawinan yang secara islami yang berdasarkan cinta dan kasih sayang. Karena fitrah manusia mempunyai rasa cinta sejak lahir.
Cinta dibagi menjadi 2 :
1. Cinta positive
2. Cinta Negative
Cinta Positive akan menimbulkan :
1. Keindahan
2. Energi
3. Pengorbanan *Berani bercinta berani berkorban, tidak berani berkorban jangan bercinta*
3 macan mesterius probleme
1. Jodoh
2. Risqi
3. Mati
Hadis riwayat Ibnu majah,bazar dan baihaqi
"Janganlah engkau mengawini wanita karena kecantikanya, karena kecantikan menipu pandangan.
Janganlah engkau mengawini wanita karena hartanya, karena harta bisa menimbulkan kesombongan.
Tapi kawinilah wanita karena agamanya"
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam:
“Dunia adalah perhiasan (kesenangan) dan sebaik-baik perhiasan (kesenangan) dunia adalah wanita (istri) shalihah.” (HR.Muslim dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam. Bahwa beliau bersabda:
حدثنا يونس بن حبيب ، ثنا أبو داود ، ثنا ابن أبي ذئب ، عن سعيد ، عن أبي هريرة ، قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :
خير النساء من ثسرك إذا أبصرت وثطيعك إذا أمرث، و ثحفظ غببك في نفسها ومالك
“Sebaik-baiknya wanita Apabila dipandang menyenangkan hati suaminya, apabila diperintah ia taat, dan apabila suaminya tidak ada dirumah, ia menjaga diri dan harta suaminya.” (HR.Ahmad dan An-Nasa’i)
Hadits-hadits tentang urgensi membahagiakan istri;
- Sebaik-baik bagi kalian adalah yang terbaik untuk keluarganya
- Tidak ada yang memuliakan wanita kecuali mulia…
- Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah istri yang sholihah.
Salah satu urgensi pernikahan adalah adanya rasa saling membutuhkan antara suami dengan istri yang berbeda jenis kelamin, dengan kata lain masing-masing pihak merasakan adanya kekurangan tanpa adanya pasangan masing-masing, adanya keinginan untuk bekerja sama bantu membantu dalam mengarungi cita-cita kehidupan ini, kesemua ini tidak hanya sebatas hal-hal formal semata, akan tetapi juga mencakup hubungan kemanusian umum, seperti saling mengucap salam, berjabat tangan, melepas senyum dan tertawa, melempar pandang penuh perhatian, memamggil dengan panggilan yang menyejukkan hati, saling memafkan dan berdo’a.
Maka sangatlah tidak logis ketika seoarang suami hanya mau melaksanakan urusannya sendiri dengan memasa bodohkan urusan istrinya, begitu pula sebaliknya bagi seorang istri yang hanya memikirkan urusannya sendiri tanpa peduli pada urusan suaminya, betapa kakunya kehidupan ini seandainya semua urusan berjalan atas aturan yang hanya bersifat formalistic, sebuah nilai etika tentu akan indah ketika dihias dengan nilai estetika.
Ayat Al-Qur’an yang artinya :
"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana".(QS.At-Taubah. A : 71)
Adapun bentuk kongrit kerja sama antara suami dengan istri antara lain kesediaan dan kerelaan suami membantu pekerjaan istri, pekerjaan yang sering dianggap hanya menjadi tanggung jawab istri. Demikian pula sebaliknya sang istri dengan senang hati dan rela membantu pekerjaan suami tanpa melihat tanggung jawab masing-masing yang ada pada pundaknya,
Hadits tentang, istri yang taat jika di perintah suai akan mentaatinya :
حدثنا
يونس بن حبيب ، ثنا أبو داود ، ثنا ابن أبي ذئب ، عن سعيد ، عن أبي هريرة ،
قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : خير النساء اللاتي إذا نظرت إليها سرتك ، وإذا أمرتها أطاعتك ، وإذا غبت عنها حفظتك في نفسها ومالها
karena Islam mengajarkan kepada setiap muslim untuk membantu kepada siapa saja yang membutuhkan bantuannya bahkan binatang sekalipun., lebih-lebih jika orang yang memerlukan bantuan itu adalah istrinya sendiri, kekasih hati belahan jiwanya.
Ia tidak sekedar membantu semata-mata akan tetapi merasakan kegembiraan dan getaran cinta karena dapat membantu urusan istrinya.
Cukuplah sebagai dalil bagi kita ketika Rasulullah menyempatkan dirinya untuk menjahit bajunya yang robek dengan tangannya sendiri, ataupun mengesol sendiri terumpahnya yang rusak. Seandainya beliau berkeinginan untuk di bantu istrinya dalam urusan ini tentulah akan segera disambut dengan senang hati oleh istrinya, akan tetapi beliau ingin menunjukkan ketauladanan pada ummatnya bagaimana cara membantu pekerjaan yang umumnya di lakukan oleh para istri dalam keluarga.
Maka janganlah sekali-kali kita beranggapan bahwa membantu pekerjaan istri di dapur, mengurus anak, berbelanja kepasar, adalah sebagai bentuk kehinaan bagi seorang suami, akan tetapi hendaknya kita memandangnya sebagai sebuah keutamaan baginya yang sekaligus bermakna keutuhan arti tanggung jawabnya sebagai pemimpin dalam rumah tangga Islam.
Diantara cara membahagiakan istri;
Pertanyaannya : bagaimana anda bisa membahagiakan istri anda?
1. Baiklah dalam memiliki
A. Memulai dengan salam : jika anda masuk – ungkapan Anas : Wahai anakku jika engkau akan masuk pada keluargamu maka ucapkanlah salam…
B. Bermuka ceria: nabi saw selalu tersenyum dan tertawa saat bersama keluarganya. Ketika Aisyah ditanya bagaimana sikap nabi saw saat masuk rumahnya. Beliau berkata : beliau adalah manusia yang paling lembut, banyak senyum dan banyak tertawa..
C. Bersalaman : karena didalamnya terdapat tanda kebahagiaan saat bertemu dan memperkokoh cinta.
2. Bicara yang jernih dan panggilan yang lembut
Dengan bicara yang baik maka menjadi daya tarik
A. Ucapan yang baik
B. Adanya perasaan perhatian terhadap orang yagn diajak bicara dengannya; memandangnya, menerimanya dengan pandangan, senyuman yang manis dan bahasa yang lugas… nabi saw selalu memberikan pada yang hadir nasibnya, sehigga tidak ada seorangpun ada yang dimuliakan dari yang lainnya.
C. Jelas dan perlahan-lahan
D. Memanggil dengan nama yang paling disukai. Umar berkata : ada tiga perkara yang dapat menumbuhkan kecintaan saudara anda: memberikan salam jika bertemu, memberikan tempat duduk jika dalam majlis dan memanggilnya dengan nama yang paling disukainya. Dan jangan saling mencela… wahai yang cantik, habibati..wahai istri yang paling cantik…
E. Berasalan dalam memanggil
3. Rilek dan suka memberi hiburan
4. Santai dan suka bercanda
Muttafaqun alaih : “saya mandi bersama Rasulullah saw dalam satu bejana, antara saya dengannya hanya berbeda tangannya, maka beliau mendahuluiku hingga saya berkata berikan kepada saya, berikan kepada saya, dia berkata : dan keduanya dalam keadaan junub. Beliau juga kadang meletakkan mulutnya kemulut Aisyah dan minum sementara dia dalam keadaan haidh… (HR. Muslim)..
sebagian lain beralasan bahwa hal tersebut dapat melalaikan diri dari berdzikir kepada Allah… namun Rasulullah saw menafikan hal tersebut dan beliau bersabda : setiap sesuatu yang bukan mengarah dari berdzikir kepada Allah adalah kelalaian dan permainan kecuali 4 perkara : suami mengajak bermain istrinya, seorang lelaki mendidik kudanya, perjalanan seseorang menuju dua tujuan dalam memanah dan berenang dan seorang lelaki mengajarkan berenang..
Diantara canda nabi saw :
Bawalah diatas anak unta –apakah ada seekor unta kecuali awalnya sebagai anak unta. Tirmidzi, Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Taimiyah – Sesungguhnya suami saya memanggilmu. Dia berkata kepada yang memiliki dua mata yang berwarna putih – dan orang tua.
5. Tolong menolong dalam pekerjaan rumah tangga
6. Bermusyawarah.
Bermusyawarahlah dan berselisihlah, ketaatan wanita merupakan penyesalan..adab-adab musyawarah.
7. Mendidik anggota rumah tangga untuk berziarah (agenda ziarah).
8. Etika musafir : Doa mereka – meminta wasiat dengan kebaikan – meminta doa dari mereka – membekali mereka dengan nafkah – menghubungi mereka – cepat kembali – membawa hadiah – tidak membuat kejutan : “Jika salah seorang dari kalian melakukan perjalanan panjang maka janganlah mengetuk pintu rumahnya pada malam hari (Muttafaqun alaih) – menemani keluarganya dalam safar - katakanlah : siapakah yang mengharamkan perhiasan Allah – jadikanlah sebagai biaya tambahan.
9. Selalu wangi dan berhias diri : “baginya seperti atasnya..”
10. Melakukan hubungan intim
11. Baik dalam menyentuh hati : dengan ucapan dan jangan ucapkan kecuali yang benar
- Ucapan Ummu Aisyah terhadap makanan Sofiyah maka beliau menarik saya atau makan.
- Memahami fiqh ibadah dan baik dalam berinteraksi terhadap suatu permasalahan.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Suami memiliki hak yang sangat besar atas istrinya.
Istri harus taat kepada suaminya, melayani dengan baik, dan mendahulukan ketaatan kepadanya daripada kepada orang tua dan saudara-saudara kandungnya sendiri. Bahkan suami menjadi surga dan nerakanya.
Allah Ta'ala berfirman,
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِم
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka." (QS. Al-Nisa': 34)
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
لَا يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ وَلَا تَأْذَنَ فِي بَيْتِهِ إِلَّا بِإِذْنِهِ وَمَا أَنْفَقَتْ مِنْ نَفَقَةٍ عَنْ غَيْرِ أَمْرِهِ فَإِنَّهُ يُؤَدَّى إِلَيْهِ شَطْرُهُ
"Tidak boleh (haram) bagi wanita untuk berpuasa sementara suaminya ada di sisinya kecuali dengan izinnya. Istri juga tidak boleh memasukkan orang ke dalam rumahnya kecuali dengan izin suaminya. Dan harta yang ia nafkahkan bukan dengan perintahnya, maka setengah pahalanya diberikan untuk suaminya."
(HR.Al-Bukhari)
Ibnu Hibban meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Apabila wanita menunaikan shalat lima waktu, puasa sebulan (Ramadhan), menjaga kemaluannya, dan mentaati suaminya; maka disampaikan kepadanya: masuklah surga dari pintu mana saja yang kamu mau." (Shahih al-Jami', no. 660)
Ibnu Majah juga meriwayatkan hadits yang dari Abdullah bin Abi Aufa, ia berkata: Saat Mu'adz tiba dari Syam, ia bersujud kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Beliau berkata: "Apa ini wahai Mu'adz?"
Mu'adz menjawab, "Aku telah datang ke Syam, aku temui mereka bersujud kepada para pemimpin dan penguasa mereka. Lalu aku berniat dalam hatiku melakukan itu kepada Anda."
Kemudian Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Jangan lakukan itu, kalau saja aku (boleh) memerintahkan seseorang bersujud kepada selain Allah, pastilah aku perintahkan wanita bersujud kepada suaminya. Demi Dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, tidaklah seorang istri disebut telah menunaikan hak Rabb-nya sehingga ia menunaikan hak suaminya. Kalau saja suami memintanya untuk melayaninya sementara ia berada di atas pelana unta, maka hal itu tidak boleh menghalanginya." (H.R : Ibni Majah)
Maknanya: hadits tersebut memerintahkan kepada para istri untuk mentaati dan siap melayani suaminya. Tidak boleh ia menolak ajakan suami walau ia sudah siap melakukan perjalanan, yakni sudah berada di atas pelana untanya, maka hal ini lebih ditekankan saat ia berada dalam keadaan selain itu.
Diriwayatkan dari al-Husain bin Mihshan, bahwa bibinya pernah datang kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam karena satu keperluan. Saat sudah selesai, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bertanya kepadanya, "apakah kamu punya suami?"
Ia menjawab, "Ya."
Beliau bertanya lagi, "Bagaimana sikapmu terhadapnya?"
Ia menjawab, "Aku tidak kurangi hak-nya kecuali apa yang aku tidak mampu."
Beliau bersabda, "Perhatikan sikapmu terhadapnya, karena ia surga dan nerakamu." (HR. Ahmad dan Al-Hakim, Shahih al;Targhib wa al-Tarhib, no. 1933)
Maksudnya, suamimu itu adalah sebab kamu bisa masuk surga jika kamu tunaikan hak-nya. Dan suamimu itu menjadi sebab kamu masuk neraka jika kamu lalaikan hal itu.
. . . suamimu itu adalah sebab kamu bisa masuk surga jika kamu tunaikan hak-nya. Dan suamimu itu menjadi sebab kamu masuk neraka jika kamu lalaikan hal itu. . .
Sering terjadi kasus, orang tua wanita –baik bapak atau ibunya- menuntut kepadanya untuk melakukan sesuatu yang berseberangan dengan tuntutan suami. Hal ini sering menjadi dilema dan masalah berat bagi sebagian wanita. Pada saat seperti ini, mana yang harus lebih didahulukan oleh wanita muslimah?
Apabila ketaatakan kepada suami berseberangan dengan ketaatan kepada orang tua, maka bagi seorang wanita (istri) muslimah wajib mendahulukan ketaatan kepada suaminya. Imam Ahmad rahimahullah berkata tentang wanita yang memiliki suami dan seorang ibu yang sedang sakit: Ketaatan kepada suaminya lebih wajib atas dirinya daripada mengurusi ibunya, kecuali jika suaminya mengizinkannya." (Syarh Muntaha al-Iradat: 3/47)
Di dalam kitab al-Inshaf (8/362), "Seorang wanita tidak boleh mentaati kedua orang tuanya untuk berpisah dengan suaminya, tidak pula mengunjunginya dan semisalnya. Bahkan ketaatan kepada suaminya lebih wajib."
. . . Apabila ketaatakan kepada suami berseberangan dengan ketaatan kepada orang tua, maka bagi seorang wanita (istri) muslimah wajib mendahulukan ketaatan kepada suaminya. . .
Terdapat satu hadits dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam –menurut sebagian ulama statusnya hasan- yang meguatkan hal ini, dari 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha, berkata: Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, "Siapakah wanita paling besar haknya atas wanita?" Beliau menjawab: "Suaminya."
Aku bertanya lagi, "Lalu siapa manusia yang paling besar haknya atas laki-laki?" Beliau menjawab, "ibunya." (HR. al-Hakim, al-Targhib wa al-Tarhib, no. 1212)
Dengan demikian maka, bagi wanita haruslah lebih mendahulukan ketaatan kepada suami daripada ketaatan kepada kedua orang tuanya. Namun jika keduanya bisa ditunaikan secara sempurna dengan izin suaminya, maka itu yang lebih baik. Wallahu Ta'ala A'lam.
Taat Istri pada Suami Harus Didahulukan Daripada Taat Orang Tua
Suami memiliki hak yang sangat besar atas istrinya.
Istri harus taat kepada suaminya, melayani dengan baik, dan mendahulukan ketaatan kepadanya daripada kepada orang tua dan saudara-saudara kandungnya sendiri. Bahkan suami menjadi surga dan nerakanya.
Allah Ta'ala berfirman,
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِم
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka." (QS. Al-Nisa': 34)
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
لَا يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ وَلَا تَأْذَنَ فِي بَيْتِهِ إِلَّا بِإِذْنِهِ وَمَا أَنْفَقَتْ مِنْ نَفَقَةٍ عَنْ غَيْرِ أَمْرِهِ فَإِنَّهُ يُؤَدَّى إِلَيْهِ شَطْرُهُ
"Tidak boleh (haram) bagi wanita untuk berpuasa sementara suaminya ada di sisinya kecuali dengan izinnya. Istri juga tidak boleh memasukkan orang ke dalam rumahnya kecuali dengan izin suaminya. Dan harta yang ia nafkahkan bukan dengan perintahnya, maka setengah pahalanya diberikan untuk suaminya."
(HR.Al-Bukhari)
Ibnu Hibban meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Apabila wanita menunaikan shalat lima waktu, puasa sebulan (Ramadhan), menjaga kemaluannya, dan mentaati suaminya; maka disampaikan kepadanya: masuklah surga dari pintu mana saja yang kamu mau." (Shahih al-Jami', no. 660)
Ibnu Majah juga meriwayatkan hadits yang dari Abdullah bin Abi Aufa, ia berkata: Saat Mu'adz tiba dari Syam, ia bersujud kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Beliau berkata: "Apa ini wahai Mu'adz?"
Mu'adz menjawab, "Aku telah datang ke Syam, aku temui mereka bersujud kepada para pemimpin dan penguasa mereka. Lalu aku berniat dalam hatiku melakukan itu kepada Anda."
Kemudian Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Jangan lakukan itu, kalau saja aku (boleh) memerintahkan seseorang bersujud kepada selain Allah, pastilah aku perintahkan wanita bersujud kepada suaminya. Demi Dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, tidaklah seorang istri disebut telah menunaikan hak Rabb-nya sehingga ia menunaikan hak suaminya. Kalau saja suami memintanya untuk melayaninya sementara ia berada di atas pelana unta, maka hal itu tidak boleh menghalanginya." (H.R : Ibni Majah)
Maknanya: hadits tersebut memerintahkan kepada para istri untuk mentaati dan siap melayani suaminya. Tidak boleh ia menolak ajakan suami walau ia sudah siap melakukan perjalanan, yakni sudah berada di atas pelana untanya, maka hal ini lebih ditekankan saat ia berada dalam keadaan selain itu.
Diriwayatkan dari al-Husain bin Mihshan, bahwa bibinya pernah datang kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam karena satu keperluan. Saat sudah selesai, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bertanya kepadanya, "apakah kamu punya suami?"
Ia menjawab, "Ya."
Beliau bertanya lagi, "Bagaimana sikapmu terhadapnya?"
Ia menjawab, "Aku tidak kurangi hak-nya kecuali apa yang aku tidak mampu."
Beliau bersabda, "Perhatikan sikapmu terhadapnya, karena ia surga dan nerakamu." (HR. Ahmad dan Al-Hakim, Shahih al;Targhib wa al-Tarhib, no. 1933)
Maksudnya, suamimu itu adalah sebab kamu bisa masuk surga jika kamu tunaikan hak-nya. Dan suamimu itu menjadi sebab kamu masuk neraka jika kamu lalaikan hal itu.
. . . suamimu itu adalah sebab kamu bisa masuk surga jika kamu tunaikan hak-nya. Dan suamimu itu menjadi sebab kamu masuk neraka jika kamu lalaikan hal itu. . .
Taat Suami VS Taat Orang Tua
Sering terjadi kasus, orang tua wanita –baik bapak atau ibunya- menuntut kepadanya untuk melakukan sesuatu yang berseberangan dengan tuntutan suami. Hal ini sering menjadi dilema dan masalah berat bagi sebagian wanita. Pada saat seperti ini, mana yang harus lebih didahulukan oleh wanita muslimah?
Apabila ketaatakan kepada suami berseberangan dengan ketaatan kepada orang tua, maka bagi seorang wanita (istri) muslimah wajib mendahulukan ketaatan kepada suaminya. Imam Ahmad rahimahullah berkata tentang wanita yang memiliki suami dan seorang ibu yang sedang sakit: Ketaatan kepada suaminya lebih wajib atas dirinya daripada mengurusi ibunya, kecuali jika suaminya mengizinkannya." (Syarh Muntaha al-Iradat: 3/47)
Di dalam kitab al-Inshaf (8/362), "Seorang wanita tidak boleh mentaati kedua orang tuanya untuk berpisah dengan suaminya, tidak pula mengunjunginya dan semisalnya. Bahkan ketaatan kepada suaminya lebih wajib."
. . . Apabila ketaatakan kepada suami berseberangan dengan ketaatan kepada orang tua, maka bagi seorang wanita (istri) muslimah wajib mendahulukan ketaatan kepada suaminya. . .
Terdapat satu hadits dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam –menurut sebagian ulama statusnya hasan- yang meguatkan hal ini, dari 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha, berkata: Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, "Siapakah wanita paling besar haknya atas wanita?" Beliau menjawab: "Suaminya."
Aku bertanya lagi, "Lalu siapa manusia yang paling besar haknya atas laki-laki?" Beliau menjawab, "ibunya." (HR. al-Hakim, al-Targhib wa al-Tarhib, no. 1212)
Dengan demikian maka, bagi wanita haruslah lebih mendahulukan ketaatan kepada suami daripada ketaatan kepada kedua orang tuanya. Namun jika keduanya bisa ditunaikan secara sempurna dengan izin suaminya, maka itu yang lebih baik. Wallahu Ta'ala A'lam.
suami
memiliki hak yang sangat besar atas istrinya. Istri harus taat kepada
suaminya, melayani dengan baik, dan mendahulukan ketaatan kepadanya
daripada kepada orang tua dan saudara-saudara kandungnya sendiri. Bahkan
suami menjadi surga dan nerakanya.
Allah Ta'ala berfirman,
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِم
- See more at:
http://www.voa-islam.com/read/tsaqofah/2012/10/02/20962/taat-kepada-suami-harus-didahulukan-daripada-orang-tua/#sthash.SfeSLApB.dpuf
suami
memiliki hak yang sangat besar atas istrinya. Istri harus taat kepada
suaminya, melayani dengan baik, dan mendahulukan ketaatan kepadanya
daripada kepada orang tua dan saudara-saudara kandungnya sendiri. Bahkan
suami menjadi surga dan nerakanya.
Allah Ta'ala berfirman,
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِم
- See more at:
http://www.voa-islam.com/read/tsaqofah/2012/10/02/20962/taat-kepada-suami-harus-didahulukan-daripada-orang-tua/#sthash.SfeSLApB.dpuf
suami
memiliki hak yang sangat besar atas istrinya. Istri harus taat kepada
suaminya, melayani dengan baik, dan mendahulukan ketaatan kepadanya
daripada kepada orang tua dan saudara-saudara kandungnya sendiri. Bahkan
suami menjadi surga dan nerakanya.
Allah Ta'ala berfirman,
- See more
at:
http://www.voa-islam.com/read/tsaqofah/2012/10/02/20962/taat-kepada-suami-harus-didahulukan-daripada-orang-tua/#sthash.SfeSLApB.dpuf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar