Selasa, 12 Agustus 2014

Nikah Penyempurna separuh Agama dan Indah

firman Allah swt :
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
(QS. Ar Ruum : 21)

Firman Allah سبحانه وتعالى dalam Surah Yaasin 36; Ayat 36 :
سُبْحَٰنَ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلْأَزْوَٰجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنۢبِتُ ٱلْأَرْضُ وَمِنْ أَنفُسِهِمْ وَمِمَّا لَا يَعْلَمُونَ
﴿٣٦﴾
“Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan makhluk-makhluk semuanya berpasangan; sama ada dari yang ditumbuhkan oleh bumi, atau dari diri mereka, ataupun dari apa yang mereka tidak mengetahuinya.”

Firman Allah سبحانه وتعالى dalam Surah Adz-Dzariyaat 51; Ayat 49 :
وَمِن كُلِّ شَىْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
﴿٤٩﴾
“Dan tiap-tiap jenis Kami ciptakan berpasangan, supaya kami dan mengingati (kekuasaan kami dan mentauhidkan Kami) akan kebesaran Allah.”
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,  ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا تَزَوَّجَ العَبْدُ فَقَدْ كَمَّلَ نِصْفَ الدِّيْنِ ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ البَاقِي
“Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.”
(HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 625)

SYARAH HADITS
Hadits ini menunjukan bahwa menikah merupakan perkara penting dalam Islam sehingga tidak sempurna agam seseorang tanpa menikah, dan bahkan menikah bisa mendapat pahala yang begitu besar. dan bagaimana tidak pahala-pahala besar itu hanya bisa didapat oleh orang yang sudah menikah, seperti pahala mendidik anak, pahala menfkahi keluarga, dll.
maka pantaslah bahwa menikah merupakan kesempurnaan dari agama ini dan islma telah mensyari’atkan menikah. Nabi bersabda: “menikah adalah sunnahku, barang siapa yang membenci sunnahkku maka ia bukan termasuk golonganku” (HR. Bukhary)

Al Mula ‘Ali Al Qori rahimahullah berkata bahwa sabda Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam “bertakwalah pada separuh yang lainnya”, maksudnya adalah bertakwalah pada sisa dari perkara agamanya. Di sini dijadikan menikah sebagai separuhnya, ini menunjukkan dorongan yang sangat untuk menikah. (Mirqotul Mafatih Syarh Misykatul Mashobih )

PERINTAH BERTQWA

فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ البَاقِي
Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.

maksudnya bertqwa disini adalah mengisi perninkahan dan kehidupan berumah tangga dengan ketakwaan kepada Allah. dan salah satu bentuk ketakwaan adalah dengan menjalankan semua kewajiban sebaiag hamba dan kewajiban sebagai anggota keluarga (istri/suami). kewajiban sebagai kepala rumah tangga adalah menfkahi keluarga, maka seorang ke;pala rumah tangga dituntut mencari nafkah yang halal. maka wajib baginya berikhtiar mencari karunia Allah.

dalam berikhtiar maka tidak boleh dilepaskan dari yang namanya tawakal. tawakal adalah kunci mendatanhgkan rizki. Allah berfirman:

وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا. وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا.

“Barang siapa yangbertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakanbaginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiadadisangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakalkepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan(keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakanurusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allahtelah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (ath-Thalaq: 2-3)

Imam Ibnul Qayyim berkata: “rahasia tawakal dan hakikatnya adalah kepasrahan dan ketergantungan hati kepada Allah semata. tidaklah tercela mengambil sebab (dengan melakukan sesuatu/ikhtiyar) dengan tetap menjaga hati agar terbebas dari ketergantungan kepada sebab tersebut” (Fwa’id alFawa’id hlm.88-89)

dalam bertawakal perlu dibarengi dengan ikhtiya akan tgetapi tidak boleh meyakini bahwa keberhasilan itu semata-mata dari ikhtiyar saja. demikian pula Rasullah memnagajarkan untuk melakukan sebab. Dalam sebuah riwayat ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah: “wahai Rasulullah apakah saya ikat unta saya lalu tawakal kepada Allah ataukah saya lepas saja sambil bertawakal kepada Allah ?. Rasul menjwab: “ikatlah dahulu untamu itu kemudian baru engka bertawakal !” (HR. Tirmidzy: 2517)

 inilah kunci untuk kesempurnaan agama ini…
wAllahu A’lam

Ingin tahu bagaimana Indahnya Pernikahan dalam Islam?
Rosululloh  Sholallohu’alaihi wa Sallam pernah menyebutkan dalam sebuah hadits bahwa pernikahan adalah menyempurnakan setengah agama seorang Muslim. Ungkapan ini menegaskan bahwa pernikahan memiliki kedudukan yang mulia dalam Islam. Menikah merupakan babak baru dari seorang individu Muslim dalam membentuk sebuah keluarga dimana ia akan menegakkan syariat agama ini bukan hanya untuk dirinya sendiri, namun juga terhadap pasangan hidupnya, anak-anaknya, dan seterusnya.

Nilai kemuliaan atau kesakralan pernikahan dalam Islam juga tercermin dari “prosesi” pendahuluan yang juga beradab. Islam hanya mengenal proses ta’aruf. Bukan praktek iseng atau coba-coba.
Namun diawali dengan niat yang tulus untuk berumah tangga sebagai bentuk ibadah kepada Alloh Subhanahuwata’ala diiringi dengan kesiapan untuk menerima segala kelebihan dan kekurangan dari pasangan hidupnya.

Islam juga mengatur proses walimah atau resepsi pernikahan yang lebih menggambarkan nuansa kesederhanaan dengan diliputi tuntunan syariat. Bukan mengukuhkan adat, tidak pula kental dengan tradisi Barat. Walimah/pernikahan dalam Islam, bukanlah hajatan yang sarat gengsi sehingga menuntut sohibul hajat untuk menyelenggarakan walimah di luar kemampuannya.

Begitulah ketika fithroh agama ini dilanggar, maka perzinaan semakin subur, perilaku seksual menyimpang kian meluas, dan kerusakan masyarakat pun menjadi bom waktu. Maka sudah saatnya bagi kita untuk menghidupkan syariat Alloh Subhanahuwata’ala, dengan mewujudkan pernikahan Islami ditengah masyarakat kita!
 Pengertian Pernikahan dalam Islam

Nikah sebagai kata serapan dari bahasa Arab bila ditinjau dari sisi bahasa maknanya menghimpun atau mengumpulkan. Kata ini bisa dimutlakkan pada dua perkara yaitu akad dan jima’ (hubungan suami istri).

Adapun pengertian nikah secara syar’i adalah seorang pria mengadakan akad dengan seorang wanita dengan tujuan agar ia dapat istimta’ (bernikmat-nikmat) dengan si wanita, dapat memperoleh keturunan, dan tujuan lain yang merupakan maslahat nikah. Akad nikah merupakan mitsaq (perjanjian) di antara sepasang suami istri.

Alloh Subhanahuwata’ala berfirman An-Nisa’ Ayat:21

وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَىٰ بَعْضُكُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا
Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.

وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا

“Dan mereka (para istri) telah mengambil dari kalian (para suami) perjanjian yang kuat.” (QS. an-Nisa’ [4]: 21)

Akad ini mengharuskan masing-masing dari suami dan istri memenuhi apa yang dikandung dalam perjanjian tersebut.

 Alloh Subhanahuwata’ala berfirman:
يا أَيُّهَا الَّذينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ أُحِلَّتْ لَكُمْ بَهيمَةُ الْأَنْعامِ إِلاَّ ما يُتْلى‏ عَلَيْكُمْ غَيْرَ مُحِلِّي الصَّيْدِ وَ أَنْتُمْ حُرُمٌ إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ ما يُريدُ (1)
Hai orang- orang yang beriman, penuhilah akad- akad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu.) Yang demikian itu (dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum- hukum menurut yang dikehendaki- Nya.



يا أَيُّهَا الَّذينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ

“Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad (perjanjian-perjanjian) kalian…” (QS. al-Ma’idah [5]: 1)

 Hukum Menikah/ Pernikahan dalam Islam

Hukum asal menikah adalah sunnah menurut pendapat Abu Hanifah Rahimahulloh, Imam Malik Rahimahulloh, Asy-Syafi’I Rahimahulloh, dan riwayat yang masyhur dari mazhab al-Imam Ahmad Rahimahulloh. Sebagaimana hal ini merupakan pendapat mayoritas ulama, menyelisihi pendapat mazhab Zhahiriyyah yang mengatakan wajib. Nikah ini merupakan sunnah para Rosul.

Alloh Subhanahuwata’ala berfirman:
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا مِنْ قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً ۚ وَمَا كَانَ لِرَسُولٍ أَنْ يَأْتِيَ بِآيَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ لِكُلِّ أَجَلٍ كِتَابٌ
Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepada mereka bergembira dengan kitab yang diturunkan kepadamu, dan di antara golongan-golongan (Yahudi dan Nasrani) yang bersekutu, ada yang mengingkari sebahagiannya. Katakanlah "Sesungguhnya aku hanya diperintah untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukan sesuatupun dengan Dia. Hanya kepada-Nya aku seru (manusia) dan hanya kepada-Nya aku kembali". (QS: Ar-Ra'd Ayat: 36)

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا مِنْ قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً ۚ

“Sungguh Kami telah mengutus para rosul sebelummu dan Kami jadikan untuk mereka istri-istri dan anak keturunan…” (QS. ar-Ro’d [13]: 38)

‘Utsman bin Mazh’un Radhiallohu’anhu, seorang dari sahabat Rosululloh Sholallohu’alaihi wa Sallam, berkata, “Seandainya Rosululloh Sholallohu’alaihi wa Sallam  mengizinkan kami, niscaya kami akan mengebiri diri kami (agar tidak memiliki syahwat terhadap wanita sehingga tidak ada kebutuhan untuk menikah). Akan tetapi beliau Sholallohu’alaihi wa Sallam melarang kami dari hidup membujang (tidak menikah).” (HR. al-Bukhori dan Muslim)

Bagi seseorang yang mengkhawatirkan dirinya akan jatuh dalam perbuatan zina bila tidak menikah, maka hukum nikah baginya beralih menjadi wajib karena syahwatnya yang kuat. Ditambah lagi bila di negerinya bebas melakukan hubungan zina. Hukum nikah baginya menjadi wajib untuk menolak mafsadat tersebut. Karena meninggalkan zina hukumnya wajib, dan kewajiban tersebut tidak akan sempurna penunaiannya kecuali dengan nikah.

Hukumnya mubah bagi orang yang tidak bersyahwat namun ia memiliki kecukupan harta. Mubah baginya karena tidak ada sebab-sebab yang mewajibkannya.

Adapun orang yang tidak bersyahwat dan ia fakir, nikah dimakruhkan baginya. Karena ia tidak punya kebutuhan untuk menikah dan ia akan menanggung beban yang berat. Namun terkadang pada orang yang lemah syahwat atau tidak memiliki syahwat, karena usia tua atau karena impoten misalnya, diberlakukan hukum makruh tanpa membedakan ia punya harta atau tidak. Karena ia tidak dapat memberikan nafkah batin kepada istrinya, sehingga pada akhirnya dapat memudhorotkan si istri.

Dan haram hukumnya bila orang itu benar-benar tidak dapat menunaikan perkara-perkara yang berkaitan dengan kehidupan rumah tangga. Karena, menikah disyariatkan semata-mata untuk memberikan maslahat. Kalau ada tindakan aniaya seperti ini, akan hilanglah maslahat yang diharapkan, terlebih lagi jika dia berbuat dosa dan melakukan perkara-perkara yang diharamkan.

Haram pula bagi seseorang yang sudah memiliki istri, kemudian ia ingin menikah lagi namun dikhawatirkan tidak dapat berlaku adil di antara istri-istrinya.



Alloh Subhanahuwata’ala berfirman:

“Dan jika kalian khawatir tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS. an-Nisa’ [4]: 3)

Demikian artikel dengan judul “Indahnya Pernikahan dalam Islam dan pengertiannya” Semoga dapat memberikan manfaat.


Kasih sayang Nabi SAW terhadap isteri-isterinya

حَدَّثَنَا أَبُو الرَّبِيعِ الْعَتَكِيُّ وَحَامِدُ بْنُ عُمَرَ وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَأَبُوْ كَامِلٍ جَمِيعًا عَنْ حَمَّادِ بْنِ زَيْدٍ قَالَ أَبُو الرَّبِيعِ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ أَبِي قِلاَبَةَ عَنْ أَنَسٍ قَالَ:
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَعْضِ أَسْفَارِهِ وَغُلاَمٌ أَسْوَدُ يُقَالُ لَهُ أَنْجَشَةُ يَحْدُوْ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا أَنْجَشَةُ رُوَيْدَكَ سَوْقًا بِالْقَوَارِير
70 – (2323)
Telah menceritakan kepada kami Abu Ar Rabi’ Al ‘AtakiHamid bin ‘Umar,Qutaibah bin Sa’id dan Abu Kamil seluruhnya dari Hammad bin ZaidAbu Ar Rabi’ berkata; Telah menceritakan kepada kami Hammad; Telah menceritakan kepada kami Ayyub dari Abu Qilabah dari Anas Radhiyallahu’anhu, dia berkata:
Pada suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bepergian (dengan diikuti para wanita), sedangkan pengawalnya adalah seorang budak hitam yang bernama Anjasyah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya; ‘Hai Anjasyah, pelan-pelan (hati-hati) jika mengawal para wanita.
(Shahih Muslim 2323-70)
وحَدَّثَنِي عَمْرٌو اَلنَّاقِدُ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ كِلاَهُمَا عَنِ ابْنِ عُلَيَّةَ، قَالَ زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ أَبِي قِلاَبَةَ عَنْ أَنَسٍ:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَى عَلَى أَزْوَاجِهِ وَسَوَّاقٌ يَسُوقُ بِهِنَّ يُقَالُ لَهُ أَنْجَشَةُ فَقَالَ وَيْحَكَ يَا أَنْجَشَةُ رُوَيْدًا سَوْقَكَ بِالْقَوَارِير،ِ قَالَ قَالَ أَبُو قِلاَبَةَ تَكَلَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَلِمَةٍ لَوْ تَكَلَّمَ بِهَا بَعْضُكُمْ لَعِبْتُمُوهَا عَلَيْهِ
71 – (2323)
Dan telah menceritakan kepadaku ‘Amru An Naqid dan Zuhair bin Harb keduanya dari Ibnu ‘UlayyahZuhair berkata; Telah menceritakan kepada kami Isma’il; Telah menceritakan kepada kami Ayyub dari Abu Qilabah dari Anas Radhiyallahu’anhu:
Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menemui istri-istri beliau bersama pengawalnya yang bernama Anjasya. Beliau berkata; Hati-hati wahai Anjasyah, pelan-pelan jika mengawal para wanita.
Anas berkata; Abu Qilabah berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berbicara dengan kalimat yang seandainya sebagian dari kalian mengucapkannya, niscaya kalian akan mempermainkan orang yang mengucapkannya.’ (karena jarang yang melakukannya).
(Shahih Muslim 2323-71)
وَحَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ عَنْ سُلَيْمَانَ التَّيْمِيِّ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ ح و حَدَّثَنَا أَبُو كَامِلٍ حَدَّثَنَا يَزِيدُ حَدَّثَنَا التَّيْمِيُّ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ:
كَانَتْ أُمُّ سُلَيْمٍ مَعَ نِسَاءِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُنَّ يَسُوقُ بِهِنَّ سَوَّاقٌ فَقَالَ نَبِيُّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيْ أَنْجَشَةُ رُوَيْدًا سَوْقَكَ بِالْقَوَارِيرِ
72 – (2323)
Dan telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya; Telah mengabarkan kepada kami Yazid bin Zura’i dari Sulaiman At Taimi dari Anas bin Malik; Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepada kami Abu Kamil; Telah menceritakan kepada kami Yazid; Telah menceritakan kepada kami At Taimi dari Anas bin Malik Radhiyallahu’anhu, dia berkata:
Ummu Sulaim berada bersama para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.Parawanita tersebut di kawal oleh seorang pengawal yang bernama Anjasyah. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya: Wahai Anjasyah, pelan-pelan jika mengawal para wanita
(Shahih Muslim 2323-72)
وَحَدَّثَنَا ابْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ حَدَّثَنِي هَمَّامٌ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ أَنَسٍ قَالَ:
كَانَ لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَادٍ حَسَنُ الصَّوْتِ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رُوَيْدًا يَا أَنْجَشَةُ لاَ تَكْسِرِ الْقَوَارِيرَ يَعْنِي ضَعَفَةَ النِّسَاءِ
73 – (2323)
Dan telah menceritakan kepada kami Ibnu Al Mutsanna; Telah menceritakan kepada kami ‘Abdush Shamad; Telah menceritakan kepadaku Hammam; Telah menceritakan kepada kami Qatadah dari Anas Radhiyallahu’anhu  dia berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki seorang pemandu yang bagus suaranya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya; Pelan-pelan wahai Anjasyah, janganlah kau pecahkan botol-botol kaca itu.maksudnya para wanita lemah yang dipandunya.
(Shahih Muslim 2323-73)

HAL2 YG PERLU DIPERHATIKAN SA'AT AKAN MENCARI ISTRI/SUAMI
Dinukil dari kitab Mau'idhotul Mukminin syeh Jamaluddin Al Qosimi
مَا يُرَاعَى مِنْ أَحْوَالِ الْمَرْأَةِ :
الْخِصَالُ الْمُطَيِّبَةُ لِلْعَيْشِ الَّتِي لَا بُدَّ مِنْ مُرَاعَاتِهَا فِي الْمَرْأَةِ لِيَدُومَ الْعَقْدُ وَتَتَوَفَّرَ مَقَاصِدُهُ ثَمَانٍ : الدِّينُ ، وَالْخُلُقُ ، وَالْحُسْنُ ، وَخِفَّةُ الْمَهْرِ ، وَالْوِلَادَةُ وَالْبَكَارَةُ ، وَالنَّسَبُ ، وَأَنْ لَا تَكُونَ قَرَابَةٌ قَرِيبَةٌ .

Hal2 yg perlu dijaga dari seorang perempuan ketika seorang lelaki akan menikahinya agar kehidupan rumah tangga menjadi langgeng dan tujuanya sempurna ada 8, yaitu :
1. agama
2. akhlak.
3. kecantikan.
4. mahar yg ringan.
5. mudah beranak.
6. perawan.
7. nasab
8. bukan kerabat dekat.

الْأُولَى : أَنْ تَكُونَ صَالِحَةً ذَاتَ دِينٍ فَهَذَا هُوَ الْأَصْلُ وَبِهِ يَنْبَغِي أَنْ يَقَعَ الِاعْتِنَاءُ
الثَّانِيَةُ : حُسْنُ الْخُلُقِ فَإِنَّهَا إِذَا كَانَتْ سَلِيطَةً بَذِيئَةَ اللِّسَانِ كَافِرَةً لِلنِّعَمِ كَانَ الضَّرَرُ مِنْهَا أَكْثَرَ مِنَ النَّفْعِ ، وَالصَّبْرُ عَلَى لِسَانِ النِّسَاءِ مِمَّا يُمْتَحَنُ بِهِ الْأَوْلِيَاءُ .
1. perempuan sholehah dan agamanya bagus, ini adalah dasarnya, dan seyogyanya seorang lelaki bersungguh2 utk memperolehnya.
2. akhlaknya baik, karena jk akhlak perempuan itu jelek, suka mencela, tdk mau bersyukur maka kemadhorotan yg didapat akan lebih banyak daripada manfaatnya.
bersabar thd lidahnya seorang perempuan merupakan ujiannya para waliyulloh.
الثَّالِثَةُ : حُسْنُ الْوَجْهِ فَذَلِكَ أَيْضًا مَطْلُوبٌ إِذْ بِهِ يَحْصُلُ التَّحَصُّنُ ، وَالطَّبْعُ لَا يَكْتَفِي بِالدَّمِيمَةِ غَالِبًا
وَكَانَ بَعْضُ الْوَرِعِينَ لَا يَنْكِحُونَ كَرَائِمَهُمْ إِلَّا بَعْدَ النَّظَرِ احْتِرَازًا مِنَ الْغُرُورِ ،
وَقَالَ " الْأَعْمَشُ " : " كُلُّ تَزْوِيجٍ يَقَعُ عَلَى غَيْرِ نَظَرٍ فَآخِرُهُ هَمٌّ وَغَمٌّ " .
3. wajah cantik, ini juga yg di cari karena bisa menjadikan menjaga diri, watak biasanya tdk merasa cukup dgn perempuan yg buruk.
dulu sebagian ulama' yg wira'i tdk menikah istri2 mereka kecuali setelah melihatnya, ini utk menjaga ketertipuan.
al a'masy berkata : " setiap pernikahan tanpa melihat calon istri maka akhirnya adalah kesedihan dan kegalauan."

الرَّابِعَةُ : أَنْ تَكُونَ خَفِيفَةَ الْمَهْرِ فَقَدْ نُهِيَ عَنِ الْمُغَالَاةِ فِي الْمَهْرِ .
وَتَزَوَّجَ بَعْضُ الصَّحَابَةِ عَلَى نَوَاةٍ مِنْ ذَهَبٍ يُقَالُ قِيمَتُهَا خَمْسَةُ دَرَاهِمَ .
وَزَوَّجَ " سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ " ابْنَتَهُ مِنْ " أَبِي هُرَيْرَةَ " رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى دِرْهَمَيْنِ
4. mahar yang ringan, mahar yg mahar itu di larang dan hukumnya makruh.
sebagian shohabat nabi dulu menikah dengan mahar satu biji emas yg harganya 5 dirham.
sa'id bin musayyab menikahi putrinya abu hurairoh rodhiyallohu anhu dengan mahar dua dirham.

وَفِي خَبَرٍ : مِنْ بَرَكَةِ الْمَرْأَةِ سُرْعَةُ تَزْوِيجِهَا وَسُرْعَةُ رَحِمِهَا أَيِ الْوِلَادَةُ وَيُسْرُ مَهْرِهَا وَكَمَا تُكْرَهُ الْمُغَالَاةُ فِي الْمَهْرِ مِنْ جِهَةِ الْمَرْأَةِ فَيُكْرَهُ السُّؤَالُ عَنْ مَالِهَا مِنْ جِهَةِ الرَّجُلِ ، وَلَا يَنْبَغِي أَنْ يَنْكِحَ طَمَعًا فِي الْمَالِ
ada dalam hadis : " termasuk berkahnya perempuan adalah cepat menikahnya, cepat beranaknya dan ringan maharnya."
sebagaimana makruhnya mahar yg mahal dari arahnya perempuan, maka makruh juga seorang lelaki meminta hartanya seorang perempuan, dan tdk seyogyanya seorang lelaki menikah karena berharap harta.

الْخَامِسَةُ : أَنْ تَكُونَ الْمَرْأَةُ وَلُودًا فَإِنْ عُرِفَتْ بِالْعُقْرِ فَلْيَمْتَنِعْ عَنْ تَزْوِيجِهَا .
السَّادِسَةُ : أَنْ تَكُونَ بِكْرًا ، قَالَ عَلَيْهِ السَّلَامُ " لجابر " وَقَدْ نَكَحَ ثَيِّبًا " هَلَّا بِكْرًا تُلَاعِبُهَا وَتُلَاعِبُكَ " .
5. perempuan yg mudah beranak, jika engkau mengetahui bahwa perempuan tsb mandul maka cegahlah menikahinya.
6. perawan, Nabi alaihis salaam berkata kpd jabir yg telah menikah dengan seorang janda : " mengapa tdk perawan saja, engkau bisa bermain2 dengannya dan dia bermain2 denganmu."

السَّابِعَةُ : أَنْ تَكُونَ نَسِيبَةً ، أَعْنِي أَنْ تَكُونَ مِنْ أَهْلِ بَيْتِ الدِّينِ وَالصَّلَاحِ فَإِنَّهَا سَتُرَبِّي بَنَاتِهَا وَبَنِيهَا ، فَإِذَا لَمْ تَكُنْ مُؤَدَّبَةً لَمْ تُحْسِنِ التَّأْدِيبَ وَالتَّرْبِيَةَ ،
الثَّامِنَةُ : أَنْ لَا تَكُونَ مِنَ الْقَرَابَةِ الْقَرِيبَةِ فَإِنَّ ذَلِكَ يُقَلِّلُ الشَّهْوَةَ .
فَهَذِهِ هِيَ الْخِصَالُ الْمُرَغِّبَةُ فِي النِّسَاءِ .
7. nasab yg baik, maksudnya adalah termasuk perempuan yg beragama dan baik karena dia kelak akan mendidik putra putrinya maka jikalau bukan seorang yg bertatakrama maka tdk akan bisa baik dalam menjaga dan mendidik.
ada dalam hadis : "
8. bukan termasuk kerabat dekat karena ini bisa mengurangi syahwat.
kedelapan perkara inilah yg menjadikan perempuan disukai.

وَيَجِبُ عَلَى الْوَلِيِّ أَيْضًا أَنْ يُرَاعِيَ خِصَالَ الزَّوْجِ وَلْيَنْظُرْ لِكَرِيمَتِهِ فَلَا يُزَوِّجْهَا مِمَّنْ سَاءَ خُلُقُهُ أَوْ خَلْقُهُ أَوْ ضَعُفَ دَيْنُهُ أَوْ قَصَّرَ عَنِ الْقِيَامِ بِحَقِّهَا أَوْ كَانَ لَا يُكَافِئُهَا فِي نَسَبِهَا ، وَمَهْمَا زَوَّجَ ابْنَتَهُ ظَالِمًا أَوْ فَاسِقًا أَوْ مُبْتَدِعًا أَوْ شَارِبَ خَمْرٍ فَقَدْ جَنَى عَلَى دِينِهِ وَتَعَرَّضَ لِسُخْطِ اللَّهِ لِمَا قَطَعَ مِنْ حَقِّ الرَّحِمِ وَسُوءِ الِاخْتِيَارِ .
قَالَ رَجُلٌ للحسن : " قَدْ خَطَبَ ابْنَتِي جَمَاعَةٌ فَمِمَّنْ أُزَوِّجُهَا ؟ قَالَ : مِمَّنْ يَتَّقِي اللَّهَ فَإِنْ أَحَبَّهَا أَكْرَمَهَا ، وَإِنْ أَبْغَضَهَا لَمْ يَظْلِمْهَا " .
dan termasuk kewajiban seorang wali adalah menjaga keadaan calon suami, maka lihatlah kemuliaanya, jangan sampai menikahkan putrinya kepada lelaki yg buruk akhlak dan bentuk tubunnya, atau lemah agamanya, atau lelaki yg tdk memenuhi hak2nya perempuan, atau tdk sederajat dalam hal nasab.
ketika seorang wali menikahkan putrinya dengan orang dholim, fasik, ahli bid'ah, atau peminum arak maka telah rusaklah agamanya dan menghadapi murka Allah karena dia telah memutuskan haknya keluarga dan pilihan yg buruk.
seorang lelaki berkata kepada al hasan : " anak perempuanku telah dilamar banyak orang, kepada siapakah aku menikahkannya ?"
al hasan menjawab : " nikahkan dengan orang yg bertakwa kpd Allah, karena jk dia mencintai anakmu maka dia akan memuliakannya dan jika dia membenci anakmu maka dia tdk akan mendholiminya."

wallohu a'lam.
موعظة المؤمنين
الشيخ محمد جمال الدين القاسمي
بالاختصار

Nikah menyempurnakan Separuh Agama

Inginku sempurnakan Separuh Agamaku
Di zaman ini tidak ragu lagi penuh godaan di sana-sini. Di saat wanita-wanita sudah tidak lagi memiliki rasa malu. Di saat kaum hawa banyak yang tidak lagi berpakaian sopan dan syar’i. Di saat perempuan lebih senang menampakkan betisnya daripada mengenakan jilbab yang menutupi aurat. Tentu saja pria semakin tergoda dan punya niatan jahat, apalagi yang masih membujang. Mau membentengi diri dari syahwat dengan puasa amat sulit karena ombak fitnah pun masih menjulang tinggi. Solusi yang tepat di kala mampu secara fisik dan finansial adalah dengan menikah.

Menyempurnakan Separuh Agama
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,  ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا تَزَوَّجَ العَبْدُ فَقَدْ كَمَّلَ نَصْفَ الدِّيْنِ ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ البَاقِي
Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.”
(HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 625)

Lihat bahwa di antara keutamaan menikah adalah untuk menyempurnakan separuh agama dan kita tinggal menjaga diri dari separuhnya lagi. Kenapa bisa dikatakan demikian? Para ulama jelaskan bahwa yang umumnya merusak agama seseorang adalah kemaluan dan perutnya. Kemaluan yang mengantarkan pada zina, sedangkan perut bersifat serakah. Nikah berarti membentengi diri dari salah satunya, yaitu zina dengan kemaluan. Itu berarti dengan menikah separuh agama seorang pemuda telah terjaga, dan sisanya, ia tinggal menjaga lisannya.
Al Mula ‘Ali Al Qori rahimahullah dalam Mirqotul Mafatih Syarh Misykatul Mashobih berkata bahwa sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambertakwalah pada separuh yang lainnya”, maksudnya adalah bertakwalah pada sisa dari perkara agamanya. Di sini dijadikan menikah sebagai separuhnya, ini menunjukkan dorongan yang sangat untuk menikah.
Al Ghozali rahimahullah (sebagaimana dinukil dalam kitab Mirqotul Mafatih) berkata, “Umumnya yang merusak agama seseorang ada dua hal yaitu kemaluan dan perutnya. Menikah berarti telah menjaga diri dari salah satunya. Dengan nikah berarti seseorang membentengi diri dari godaan syaithon, membentengi diri dari syahwat (yang menggejolak) dan lebih menundukkan pandangan.”

Kenapa Masih Ragu untuk Menikah?
Sebagian pemuda sudah diberikan oleh Allah keluasan rizki. Ada yang kami temui sudah memiliki usaha yang besar dengan penghasilan yang berkecukupan. Ia bisa mengais rizki dengan mengolah beberapa toko online. Ada pula yang sudah bekerja di perusahaan minyak yang penghasilannya tentu saja lebih dari cukup. Tetapi sampai saat ini mereka  belum juga menuju pelaminan. Ada yang beralasan belum siap. Ada lagi yang beralasan masih terlalu muda. Ada yang katakan  pula ingin pacaran dulu. Atau yang lainnya ingin sukses dulu dalam bisnis atau dalam berkarir dan dikatakan itu lebih urgent. Dan berbagai alasan lainnya yang diutarakan. Padahal dari segi finansial, mereka sudah siap dan tidak perlu ragu lagi akan kemampuan mereka. Supaya memotivasi orang-orang semacam itu, di bawah ini kami utarakan manfaat nikah yang lainnya.

(1) Menikah akan membuat seseorang lebih merasakan ketenangan.
Coba renungkan ayat berikut, Allah Ta’ala berfirman,

وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya.” (QS. Ar-Ruum:21).
Lihatlah ayat ini menyebutkan bahwa menikah akan lebih tentram karena adanya pendamping. Al Mawardi dalam An Nukat wal ‘Uyun berkata mengenai ayat tersebut, “Mereka akan begitu tenang ketika berada di samping pendamping mereka karena Allah memberikan pada nikah tersebut ketentraman yang tidak didapati pada yang lainnya.” Sungguh faedah yang menenangkan jiwa setiap pemuda.

(2) Jangan khawatir, Allah yang akan mencukupkan rizki
Dari segi finansial sebenarnya sudah cukup, namun selalu timbul was-was jika ingin menikah. Was-was yang muncul, “Apa bisa rizki saya mencukupi kebutuhan anak istri?” Jika seperti itu, maka renungkanlah ayat berikut ini,

وَأَنكِحُوا اْلأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَآئِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَآءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِن فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nuur: 32).  

Nikah adalah suatu ketaatan. Dan tidak mungkin Allah membiarkan hamba-Nya sengsara ketika mereka ingin berbuat kebaikan semisal menikah.
Di antara tafsiran Surat An Nur ayat 32 di atas adalah: jika kalian itu miskin maka Allah yang akan mencukupi rizki kalian. Boleh jadi Allah mencukupinya dengan memberi sifat qona’ah (selalu merasa cukup) dan boleh jadi pula Allah mengumpulkan dua rizki sekaligus (Lihat An Nukat wal ‘Uyun). Jika miskin saja, Allah akan cukupi rizkinya. Bagaimana lagi jika yang bujang sudah berkecukupan dan kaya?
Dari ayat di atas, Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,

التمسوا الغنى في النكاح
Carilah kaya (hidup berkecukupan) dengan menikah.”  (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim mengenai tafsir ayat di atas).
Disebutkan pula dalam hadits bahwa Allah akan senantiasa menolong orang yang ingin menjaga kesucian dirinya lewat menikah. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang tiga golongan yang pasti mendapat pertolongan Allah. Di antaranya,
وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيدُ الْعَفَافَ
“… seorang yang menikah karena ingin menjaga kesuciannya.” (HR. An Nasai no. 3218, At Tirmidzi no. 1655. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan). Ahmad bin Syu’aib Al Khurasani An Nasai membawakan hadits tersebut dalam Bab “Pertolongan Allah bagi orang yang nikah yang ingin menjaga kesucian dirinya”. Jika Allah telah menjanjikan demikian, itu berarti pasti. Maka mengapa mesti ragu?

(3) Orang yang menikah berarti menjalankan sunnah para Rasul
Allah Ta’ala berfirman,

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلاً مِن قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan.” (QS. Ar Ra’du: 38). Ini menunjukkan bahwa para rasul itu menikah dan memiliki keturunan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَرْبَعٌ مِنْ سُنَنِ الْمُرْسَلِينَ الْحَيَاءُ وَالتَّعَطُّرُ وَالسِّوَاكُ وَالنِّكَاحُ
Empat perkara yang termasuk sunnah para rasul, yaitu sifat malu, memakai wewangian, bersiwak dan menikah.” (HR. Tirmidzi no. 1080 dan Ahmad 5/421. Hadits ini dho’if sebagaimana kata Syaikh Al Albani dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth. Namun makna hadits ini sudah didukung oleh ayat Al Qur’an yang disebutkan sebelumnya)

(4) Menikah lebih akan menjaga kemaluan dan menundukkan pandangan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
Wahai para pemuda, barangsiapa yang memiliki baa-ah[1], maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagai obat pengekang baginya.” (HR. Bukhari no. 5065 dan Muslim no. 1400).

Imam Nawawi berkata makna baa-ah dalam hadits di atas terdapat dua pendapat di antara para ulama, namun intinya kembali pada satu makna, yaitu sudah memiliki kemampuan finansial untuk menikah. Jadi bukan hanya mampu berjima’ (bersetubuh), tapi hendaklah punya kemampuan finansial, lalu menikah. Para ulama berkata, “Barangsiapa yang tidak mampu berjima’ karena ketidakmampuannya untuk memberi nafkah finansial, maka hendaklah ia berpuasa untuk mengekang syahwatnya.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim)

Itulah keutamaan menikah. Semoga membuat mereka-mereka tadi semakin terdorong untuk menikah. Berbeda halnya jika memang mereka ingin seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang belum menikah sampai beliau meninggal dunia. Beliau adalah orang yang ingin memberi banyak manfaat untuk umat dan itu terbukti. Itulah yang membuatnya mengurungkan niat untuk menikah demi maksud tersebut. Sedangkan mereka-mereka tadi di atas, bukan malah menambah manfaat, bahkan diri mereka sendiri binasa karena godaan wanita yang semakin mencekam di masa ini.
Menempuh Jalan yang Benar
Kami menganjurkan untuk segera menikah di sini bagi yang sudah berkemampuan, bukan berarti ditempuh dengan jalan yang keliru. Sebagian orang menyangka bahwa menikah harus lewat pacaran dahulu supaya lebih mengenal pasangannya. Itu pendapat keliru karena tidak pernah diajarkan oleh Islam. Pacaran tentu saja akan menempuh jalan yang haram seperti mesti bersentuhan, berjumpa dan saling pandang, ujung-ujungnya pun bisa zina terjadilah MBA (married be accident). Semua perbuatan tadi yang merupakan perantara pada zina diharamkan sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isro’: 32)

Kemudian nasehat kami pula bagi mahasiswa yang masih kuliah (masih sekolah) bahwa bersabarlah untuk menikah. Sebagian mahasiswa yang belum rampung kuliahnya biasanya sering “ngambek” pada ortunya untuk segera nikah, katanya sudah tidak kuat menahan syahwat. Padahal kerja saja ia belum punya dan masih mengemis pada ortunya. Bagaimana bisa ia hidupi istrinya nanti? Kami nasehatkan, bahagiakan ortumu dahulu sebelum berniat menikah. Artinya lulus kuliah dahulu agar ortumu senang dan bahagia karena itulah yang mereka inginkan darimu dan tugasmu adalah berbakti pada mereka. Setelah itu carilah kerja, kemudian utarakan niat untuk menikah. Semoga Allah mudahkan untuk mencapai maksud tersebut. Oleh karenanya, jika memang belum mampu menikah, maka perbanyaklah puasa sunnah dan rajin-rajinlah menyibukkan diri dengan kuliah, belajar ilmu agama, dan kesibukan yang manfaat lainnya. Semoga itu semakin membuatmu melupakan nikah untuk sementara waktu.

Adapun yang sudah mampu untuk menikah secara fisik dan finansial, janganlah menunda-nunda! Jangan Saudara akan menyesal nantinya karena yang sudah menikah biasa katakan bahwa menikah itu enaknya cuma 1%, yang sisanya (99%) “enak banget”. Percaya deh!
Semoga sajian ini bermanfaat. Wallahu waliyyut taufiq.

Terkait :

1 komentar: