Minggu, 18 Januari 2015

Islam agamaku, Indonesia Negaraku, bahasaku dan budayaku

Terkait : 
Pancasila Asas Negara NKRI Harga Mati

Tuhan menggunakan penamaan "Tuhan" untuk menceritakan diri-Nya, dalam bahasa arab disebut: Rabb atau Ilah. Misalnya firman Allah:

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُواْ أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاء وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لاَ تَعْلَمُونَ
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi". Mereka bertanya: "Adakah Engkau hendak menjadikan di bumi itu orang yg akan membuat bencana dan menumpahkan darah, padahal kami sentiasa bertasbih dengan memuji-Mu dan mensucikan-Mu?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui akan apa-apa yang kamu tidak mengetahuinya". 

Dalam do'a juga kita sering mengucapkan, "Ya Robbana atau Ya Ilahi " yg artinya "wahai Tuhan kami" Tapi entah mengapa akhir-akhir ini sebagagian ummat Islam yang mengaku dirinya paling Islami banyak yang protes terhadap penulisan Tuhan karena katanya sama dengan penyebutan untuk orang Nashrani, atau terlalu dekat dengan Sang Hyang dalam keyakinan agama lain.

 Islam, bagi kita bangsa Indonesia itu Islam NUsantara. Anda boleh menyapa Dia dengann panggilan "Tuhan" atau menyebut "sembahyang" untuk sholat atau "puasa" untuk shaum atau " langgar/surau " untuk mushalla, "ayah" untuk abi, dan lain-lain, Bahkan tak mengapa mas paimin menyebut "sekaten" untuk syahadatain atau mas parjo menyebut "sarengat" untuk kata syari'at.

Pemangku da'wah saat ini sudah banyak yang latah dan terlalu banyak yang melangit(sok ke arab-araban), padahal Allah meminta kita menjadi khalifah di bumi, artinya kita justru harus membumi. Turunlah sejenak dari ketinggian.
Sapalah mbo tukiyem yang meskipun hanya penjual sayur di pasar kaget, tetapi selalu jujur dalam transaksi dan amat menghargai pembeli.


Islam Nusantara ramah lingkungan


Islam NUsantara itu ramah lingkungan, sebagaimana budaya lama nenek moyang kita yang menyenangi gotong royong dan kesederhanaan.

Baju koko (asalnya dari kata taqwa), kopiah (asalnya dari kata khufyah) dan sarung (asalnya dari kata syar'an, oleh sebagian orang jawa tengah bagian selatan yg memiliki dialek ngapak akhirnya menjadi syarngan, lalu berevolusi lagi menjadi sarungan ) tak mengapa engkau kenakan, tak perlu juga menggantinya dengan gamis atau sorban putih. Keningmu yang tak menghitam tak perlu digosok-gosok saat sujudmu, biarkan saja, meski tidak berjidat hitam, bukan berarti engkau tidak sholeh.

Mari kita fahami dan amalkn ajaran Islam dengan tetap tidak menyampingkan budaya lokal. Itulah Islam NUsantara, Islam warisan para Aulia' , penyebar agama Islam di bumi NUsantara tercinta.

والله اعلم بالصواب



Tidak ada komentar:

Posting Komentar