Minggu, 18 Januari 2015

Hukuman mati

Eksekusi mati untuk terpidana kasus narkoba sempat dipersoalkan Amnesty International. Lembaga dunia itu menolak eksekusi dengan alasan hak asasi manusia. Hanya, upaya Amnesty International menemui jalan buntu. Presiden Joko Widodo berkukuh akan tetap menghukum mati terpidana narkoba.
Sebanyak 136 terpidana mati masuk daftar Kejaksaan Agung. Ada 64 di antaranya yang terkait kasus narkoba. Rencananya, lima terpidana akan dieksekusi pada akhir tahun ini. Semua terpidana mati kasus narkoba yang mengajukan grasi ternyata ditolak pemerintah.
Meski selalu berkoar urgensi hukuman mati, upaya pemerintah seperti menelan ludah sendiri. Terakhir, Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan, eksekusi terkendala upaya peninjauan kembali pihak terpidana. Sesuai putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013, terpidana bisa mengajukan PK hingga dua kali.
Presiden Jokowi pun mencari dukungan eksekusi mati tersebut kepada dua organisasi masyarakat (ormas) Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Dukungan pun didapat. Ketua PBNU KH Said Aqil Siroj menyebutkan hukuman untuk orang yang berbuat kerusakan di bumi. “Orang yang berbuat rusak di muka bumi harus dibunuh, disalib, dan itu sesuai dengan UUD 45 Pasal 28,” katanya, akhir Desember lalu.
Said Aqil mengatakan, NU mendukung penuh pemerintah menjalankan hukuman mati bagi pengedar narkoba. Hukuman mati bagi kejahatan berat, kata Said, sudah diatur dalam Alquran dan undang-undang.
Senada dengan PBNU, Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah juga mendukung kebijakan hukuman mati. Penolakan Jokowi terhadap permohonan grasi puluhan terpidana mati dinilai tepat. “Muhammadiyah mendukung sepenuhnya dilaksanakan hukuman mati terhadap kejahatan narkoba,” kata Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Malik Fajar.
Dukungan kedua ormas Islam tersebut tak lepas dari fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) 2005. Fatwa Nomor 10/Munas VII/MUI/14/2005 mengungkap dukungan MUI terhadap eksekusi mati untuk tindak pidana tertentu, termasuk narkoba.
Sebenarnya, bagaimana Islam mengatur tentang hukuman mati khususnya untuk kasus narkoba? Dekan Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jamaludin Muslimin menjelaskan, Islam membagi tindak kejahatan dalam tiga klasifikasi, dari ta'zir, hudud, hingga qisas.
Ta'zir adalah hukuman yang ditentukan oleh hakim dan tidak ada dalam Alquran dan hadis. Contohnya mencuri tetapi di bawah nisabnya dan meneror. Hudud atau had adalah hukuman untuk pelaku kejahatan yakni berzina, menuduh zina, mencuri, dan minum khamar. Qisas yakni hukuman diberikan kepada pelaku tindak pidana sama dengan pidana yang dilakukan. Misalnya, untuk pembunuh maka akan dibunuh. Jika dilukai maka akan dibalas lagi dengan luka.
“Untuk hudud dan qisas, keduanya masuk ke dalam vonis hukuman berat. Berbeda halnya dengan ta'zir,” ujar Jamaludin kepada Republika, Senin (29/12), di Jakarta. Menurutnya, pengedaran narkoba merupakan kejahatan yang membunuh orang. Cara pembunuhannya pun dilakukan dengan sistematis sehingga korban jiwa yang muncul tidak hanya individu.
Dia menjelaskan, pengedaran narkoba merupakan kejahatan serius yang bisa membunuh orang secara kolektif, serentak, dan berkelanjutan. Menurutnya, pengedar narkoba menyebarkan sesuatu yang membuat ketagihan sekaligus merusak kesehatan.
“Bagi mayoritas ulama, kejahatan pengedar narkoba layak memperoleh hukuman setimpal. Yaitu, hukuman mati,” ungkapnya. Muslimin lantas menjelaskan, dalam sejarah peradaban Islam, hukuman mati telah dilakukan dengan cara beragam. Misalnya, hukuman gantung atau cara yang lebih keras, yakni penyaliban.
Menurut Muslimin, hukuman salib dilakukan dengan memotong tangan kanan dan kaki kiri pelaku kejahatan atau sebaliknya. Dampaknya, timbul efek jera bagi para pelaku kejahatan luar biasa itu.
Demikian pula hukuman keras itu diberlakukan untuk meredam potensi maraknya kejahatan di tengah masyarakat.“Namun, di zaman modern ini penerapan hukuman mati dapat dilakukan secara berbeda, misalnya eksekusi oleh regu tembak atau suntik mati,” katanya.
Di negara-negara Islam, seperti Arab Saudi, hukuman mati dilakukan dengan cara memancung kepala pelaku di hadapan publik. Bagaimanapun, Muslimin mengakui bahwa hal itu bernuansa keras.
Namun, yang dihukum ialah orang yang jelas-jelas terbukti dengan nyata, tegas, dan adil oleh pengadilan sebagai pihak yang mesti bertanggung jawab. Dengan begitu, hukuman mati dapat menimbulkan dampak di tengah masyarakat, yakni berkurangnya keberanian pengedar narkoba untuk terus melancarkan aksi kejahatan.
Muslimin menekankan, efektivitas pemberlakuan hukuman mati bagi pengedar narkoba memang bisa dipersoalkan. Namun, kata Muslimin, hal itu hanya bersifat hipotesis belaka. Artinya, pihak yang menolak hukuman mati pun hanya bisa menduga, alih-alih menyajikan bukti empiris.
Demikian juga pihak yang mendukung hukuman mati hanya bisa menyajikan kemungkinan bahwa hukuman mati akan mampu mengurangi jumlah tindak kejahatan tersebut. “Namun, di negara-negara yang kesadaran hukum penduduknya belum kuat, pemberlakuan hukuman mati cenderung efektif karena membuat jera,” ujarnya.
ed: a syalaby ichsan
Dasar hukuman mati dalam Islam
1. Alquran
Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barang siapa dibunuh secara zalim maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesunggunya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.
(QS al-Israa [17]:33).
2. Hadis
Dari Dailam al-Himyari, ia berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah, saya berkata, ‘Wahai Rasulullah, kami (tinggal) di bumi (daerah) yang dingin. Di sana, kami melakukan pekerjaan berat dan kami meminum minuman (terbuat) dari gandum agar kami kuat melakukan pekerjaan kami dan agar kami (pun kuat) menghadapi rasa dingin di negeri kami.’ Rasulullah bertanya, ‘Apakah minuman itu memabukkan?’ Saya menjawab, ‘Ya.’ Rasulullah bersabda, ‘Jauhilah minuman tersebut.” Dailam berkata, “Kemudian saya datang lagi ke hadapan beliau. Saya bertanya lagi seperti tadi. Rasulullah bertanya, ‘Apakah minuman itu memabukkan?’ Saya menjawab, ‘Ya.’ Rasulullah bersabda, ‘Jauhilah minuman tersebut.’ Saya berkata (lagi), ‘Orang-orang tidak mau meninggalkannya.’ Beliau bersabda, ‘Jika mereka tidak mau meninggalkan minuman tersebut, bunuhlah mereka!” (HR Ahmad)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar