Alhamdulillah, kita kembali bertemu dalam rubrik Hadits yang kini memasuki pembahasan hadits ke-44 dalam Shahih Bukhari, masih berada di bawah Kitab Al-Iman (كتاب الإيمان).
Imam Bukhari memberi judul hadits ini باب زِيَادَةِ الإِيمَانِ وَنُقْصَانِهِ (Bertambah dan berkurangnya iman). Karena di dalam hadits ini disebutkan ada iman yang setingkat sya'iirah, ada yang setingkat burrah, dan ada pula yang setingkat dzarrah. Jika kemudian pembahasan hadits ke-44 ini diberi judul "Mukmin Pasti Masuk Surga" karena tingkat manapun dari ketiganya, semuanya akan dikeluarkan Allah dari neraka, yang berarti juga akan dimasukkan Allah ke dalam surga.
Berikut ini matan (redaksi) hadits Shahih Bukhari ke-44:
عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَفِى قَلْبِهِ وَزْنُ شَعِيرَةٍ مِنْ خَيْرٍ ، وَيَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَفِى قَلْبِهِ وَزْنُ بُرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ ، وَيَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَفِى قَلْبِهِ وَزْنُ ذَرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ
Dari Anas radhiyallaahu 'anhu bahwa Nabi
shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: "Akan dikeluarkan dari neraka
orang yang mengucapkan laa ilaaha illallah dan dalam hatinya ada
kebaikan (iman) seberat sya'irah. Dan akan dikeluarkan dari neraka
orang yang mengucapkan laa ilaaha illallah dan dalam hatinya ada
kebaikan (iman) seberat burrah. Dan akan dikeluarkan dari neraka orang
yang mengucapkan laa ilaaha illallah dan dalam hatinya ada kebaikan
(iman) seberat dzarrah."
Penjelasan Hadits
يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَفِى قَلْبِهِ وَزْنُ شَعِيرَةٍ مِنْ خَيْر
Akan dikeluarkan dari neraka orang yang mengucapkan laa ilaaha illallah dan dalam hatinya ada kebaikan (iman) seberat sya'irah.
Sungguh, hadits ini menunjukkan betapa Allah Subhanahu wa Ta'ala itu maha penyayang (Ar-Rahim). Jika Ar-Rahman berarti Allah Maha Pemurah yang memberikan rezeki dan nikmat kepada seluruh manusia dan makhlukNya, tanpa peduli apakah ia beriman atau kafir, muslim ataupun non muslim. Sedangkan Ar-Rahim berarti Allah Maha Penyayang kepada orang-orang beriman. Diantara bentuk kasih sayang Allah kepada hambaNya yang mukmin adalah dikeluarkannya mereka dari neraka, sekecil apapun iman mereka. Di sinilah berlaku ketentuan Allah bahwa mukmin itu tidak akan keka di neraka, bahwa mukmin itu pasti masuk surga.
Yang perlu diingat dan diperhatikan, kita tidak meremehkan neraka. Jangan karena ketentuan itu lalu kita mudah bermaksiat kepada Allah seraya beralasan "toh nantinya masuk surga juga", atau seperti kata sebagian orang "tidak apa masuk neraka sebentar." Sebentar? Sebentar apanya? Tahukah kita betapa lama perhitungan waktu di akhirat? Dan kalaupun sebentar, siapa yang tahan dengan siksa neraka sementara yang paling ringan saja adalah bara neraka ketika diinjak kaki maka otak pun ikut mendidih. Hadits ini memberikan rasa optimis (tafa'ul) dan harap (raja') kepada orang beriman untuk masuk surga, tanpa menghilangkan rasa takut (khauf) kepada neraka.
Dalam hadits ini digunakan kata "khair" untuk menyatakan "iman." Hal seperti ini juga menjadi dalil bahwa iman itu bukan hanya perkara keyakinan hati, tetapi juga menuntut manifestasi amal. Seperti dijelaskan dalam hadits-hadits sebelumnya bahwa puasa bagian dari iman, jihad bagian dari iman, dan sebagainya.
Disebutkannya "sya'irah" (biji gandum) di dalam hadits ini adalah untuk menunjukkan bahwa iman, meskipun ia kecil, masih dinilai Allah. Orang yang beriman, meskipun imannya tipis, ia masih memiliki kesempatan dikeluarkan Allah dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga. Kecil atau tipisnya iman bukan berbeda dengan hilang atau rusaknya iman.
Di dalam Fathul Bari', Ibnu Hajar Al Asqalani mengutip perkataan Ibnu Bathal : "Perbedaan tingkat keyakinan manusia disebabkan karena perbedaan tingkat keilmuan dan kebodohan seseorang. Orang yang keilmuannya rendah, maka tingkat keyakinannya sebesar dzarrah. Sedangkan orang yang tingkat keilmuannya lebih tinggi, maka tingkat keyakinannya sebesar burrah atau sya'ir. Meskipun demikian, dasar keyakinan yang terdapat dalam hati seseorang tidak boleh berkurang, bahkan harus bertambah dengan bertambahnya ilmu."
Ibnu Hajar juga menambahkan penjelasan dari Ibnu Uyainah bahwa ketaatan seseorang untuk beramal juga mempengaruhi iman. Ketika ia taat maka iman naik, ketika ia bermaksiat berarti imannya turun.
Secara sederhana, untuk menjelaskan tingkatan iman, yang pertama adalah bahwa inti iman itu harus ada terlebih dulu. Dalam istilah Ibnu Bathal itu disebut "dasar iman." Bahwa Allah adalah satu-satunya Rabb yang menciptakan alam semesta dan memeliharanya, sekaligus satu-satunya Ilah yang berhak diibadahi. Dia mengutus Muhammad sebagai Rasulullah dan penutup para Nabi, dengan Al-Qur'an sebagai kitab suci. Meyakini bahwa semua isi Al-Qur'an adalah benar, adanya para malaikat adalah benar, terjadinya kiamat serta adanya hari kiamat hingga surga dan neraka adalah benar. Keyakinan-keyakinan itu sebagai dasar iman tidak boleh terkikis. Kalau sampai tidak mempercayai, maka hilanglah imannya.
Jika ia meyakini dasar-dasar iman itu, artinya ia memiliki iman. Tinggal tingkatan iman tersebut apakah tinggi apakah rendah. Besar atau kecil. Jika rendah/kecil, apakah paling kecil seperti dzarrah, atau agak besar lagi burrah, atau agak besar lagi sya'irah. Semuanya itu tergantung pada keilmuan dan komitmen amal. Saat ia yakin berzina itu dilarang, ia sesungguhnya masih beriman. Namun dalam kondisi itu ternyata ia tetap berzina karena tidak mampu menundukkan syahwatnya, imannya tidak hilang tetapi jatuh dan berkurang tajam, hingga mungkin mencapai tingkatan dzarrah. Ini salah satu contohnya.
وَيَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَفِى قَلْبِهِ وَزْنُ بُرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ
Dan akan dikeluarkan dari neraka orang yang
mengucapkan laa ilaaha illallah dan dalam hatinya ada kebaikan (iman)
seberat burrah
Jika sya'irah adalah biji gandum, burrah adalah biji gandum yang lebih kecil lagi. Ini untuk memudahkan manusia memahami bahwa meskipun iman itu telah mengecil seperti ini, Allah tetap maha penyayang akan mengeluarkannya dari neraka.
وَيَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَفِى قَلْبِهِ وَزْنُ ذَرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ
Dan akan dikeluarkan dari neraka orang yang
mengucapkan laa ilaaha illallah dan dalam hatinya ada kebaikan (iman)
seberat dzarrah
Dzarrah, dipahami para ulama sebagai benda terkecil. Dulu, dzarrah itu disebut sebagai biji sawi, namun saat ini ia bisa disebut sebagai atom atau elektron. Yang intinya, dzarrah adalah partikel terkecil yang ada di dunia. Lagi-lagi, meskipun iman sampai pada tingkat teramat sangat kecil seperti ini, Allah masih mengasihi orang beriman dengan mengeluarkannya dari neraka dan akan memasukkannya ke dalam surga. Karena itulah, sesungguhnya amat merugi orang yang tidak beriman. Sebaliknya, nikmat yang paling besar adalah nikmat iman.
Pelajaran Hadits
Pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini diantaranya adalah:
1. Iman itu bisa bertambah dan berkurang;
2. Iman setiap orang berbeda-beda, ada yang kuat ada yang lemah, ada yang besar ada yang kecil, yang kecil pun bisa setingkat sya'irah (biji gandum), burrah (biji gandum yang lebih kecil lagi), bahkan dzarrah (partikel terkecil);
3. Iman, seberapapun kecilnya, dengan rahmat Allah ia akan menjadi penyelamat dari neraka dan menjadi kunci masuk surga;
4. Allah Maha Rahim, sangat penyayang kepada hambaNya yang beriman;
5. Hendaklah kita menjaga iman kita, mempertahankannya agar tidak lepas atau hilang sama sekali
Demikian hadits ke-44 Shahih Bukhari dan penjelasannya. Semoga kita mendapatkan taufiq dari Allah SWT untuk senantiasa menjaga iman kita dan terus berusaha meningkatkannya. Wallaahu a'lam bish shawab.[]
Imam Bukhari memberi judul hadits ini باب زِيَادَةِ الإِيمَانِ وَنُقْصَانِهِ (Bertambah dan berkurangnya iman). Karena di dalam hadits ini disebutkan ada iman yang setingkat sya'iirah, ada yang setingkat burrah, dan ada pula yang setingkat dzarrah. Jika kemudian pembahasan hadits ke-44 ini diberi judul "Mukmin Pasti Masuk Surga" karena tingkat manapun dari ketiganya, semuanya akan dikeluarkan Allah dari neraka, yang berarti juga akan dimasukkan Allah ke dalam surga.
Berikut ini matan (redaksi) hadits Shahih Bukhari ke-44:
عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَفِى قَلْبِهِ وَزْنُ شَعِيرَةٍ مِنْ خَيْرٍ ، وَيَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَفِى قَلْبِهِ وَزْنُ بُرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ ، وَيَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَفِى قَلْبِهِ وَزْنُ ذَرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ
Penjelasan Hadits
يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَفِى قَلْبِهِ وَزْنُ شَعِيرَةٍ مِنْ خَيْر
Sungguh, hadits ini menunjukkan betapa Allah Subhanahu wa Ta'ala itu maha penyayang (Ar-Rahim). Jika Ar-Rahman berarti Allah Maha Pemurah yang memberikan rezeki dan nikmat kepada seluruh manusia dan makhlukNya, tanpa peduli apakah ia beriman atau kafir, muslim ataupun non muslim. Sedangkan Ar-Rahim berarti Allah Maha Penyayang kepada orang-orang beriman. Diantara bentuk kasih sayang Allah kepada hambaNya yang mukmin adalah dikeluarkannya mereka dari neraka, sekecil apapun iman mereka. Di sinilah berlaku ketentuan Allah bahwa mukmin itu tidak akan keka di neraka, bahwa mukmin itu pasti masuk surga.
Yang perlu diingat dan diperhatikan, kita tidak meremehkan neraka. Jangan karena ketentuan itu lalu kita mudah bermaksiat kepada Allah seraya beralasan "toh nantinya masuk surga juga", atau seperti kata sebagian orang "tidak apa masuk neraka sebentar." Sebentar? Sebentar apanya? Tahukah kita betapa lama perhitungan waktu di akhirat? Dan kalaupun sebentar, siapa yang tahan dengan siksa neraka sementara yang paling ringan saja adalah bara neraka ketika diinjak kaki maka otak pun ikut mendidih. Hadits ini memberikan rasa optimis (tafa'ul) dan harap (raja') kepada orang beriman untuk masuk surga, tanpa menghilangkan rasa takut (khauf) kepada neraka.
Dalam hadits ini digunakan kata "khair" untuk menyatakan "iman." Hal seperti ini juga menjadi dalil bahwa iman itu bukan hanya perkara keyakinan hati, tetapi juga menuntut manifestasi amal. Seperti dijelaskan dalam hadits-hadits sebelumnya bahwa puasa bagian dari iman, jihad bagian dari iman, dan sebagainya.
Disebutkannya "sya'irah" (biji gandum) di dalam hadits ini adalah untuk menunjukkan bahwa iman, meskipun ia kecil, masih dinilai Allah. Orang yang beriman, meskipun imannya tipis, ia masih memiliki kesempatan dikeluarkan Allah dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga. Kecil atau tipisnya iman bukan berbeda dengan hilang atau rusaknya iman.
Di dalam Fathul Bari', Ibnu Hajar Al Asqalani mengutip perkataan Ibnu Bathal : "Perbedaan tingkat keyakinan manusia disebabkan karena perbedaan tingkat keilmuan dan kebodohan seseorang. Orang yang keilmuannya rendah, maka tingkat keyakinannya sebesar dzarrah. Sedangkan orang yang tingkat keilmuannya lebih tinggi, maka tingkat keyakinannya sebesar burrah atau sya'ir. Meskipun demikian, dasar keyakinan yang terdapat dalam hati seseorang tidak boleh berkurang, bahkan harus bertambah dengan bertambahnya ilmu."
Ibnu Hajar juga menambahkan penjelasan dari Ibnu Uyainah bahwa ketaatan seseorang untuk beramal juga mempengaruhi iman. Ketika ia taat maka iman naik, ketika ia bermaksiat berarti imannya turun.
Secara sederhana, untuk menjelaskan tingkatan iman, yang pertama adalah bahwa inti iman itu harus ada terlebih dulu. Dalam istilah Ibnu Bathal itu disebut "dasar iman." Bahwa Allah adalah satu-satunya Rabb yang menciptakan alam semesta dan memeliharanya, sekaligus satu-satunya Ilah yang berhak diibadahi. Dia mengutus Muhammad sebagai Rasulullah dan penutup para Nabi, dengan Al-Qur'an sebagai kitab suci. Meyakini bahwa semua isi Al-Qur'an adalah benar, adanya para malaikat adalah benar, terjadinya kiamat serta adanya hari kiamat hingga surga dan neraka adalah benar. Keyakinan-keyakinan itu sebagai dasar iman tidak boleh terkikis. Kalau sampai tidak mempercayai, maka hilanglah imannya.
Jika ia meyakini dasar-dasar iman itu, artinya ia memiliki iman. Tinggal tingkatan iman tersebut apakah tinggi apakah rendah. Besar atau kecil. Jika rendah/kecil, apakah paling kecil seperti dzarrah, atau agak besar lagi burrah, atau agak besar lagi sya'irah. Semuanya itu tergantung pada keilmuan dan komitmen amal. Saat ia yakin berzina itu dilarang, ia sesungguhnya masih beriman. Namun dalam kondisi itu ternyata ia tetap berzina karena tidak mampu menundukkan syahwatnya, imannya tidak hilang tetapi jatuh dan berkurang tajam, hingga mungkin mencapai tingkatan dzarrah. Ini salah satu contohnya.
وَيَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَفِى قَلْبِهِ وَزْنُ بُرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ
Jika sya'irah adalah biji gandum, burrah adalah biji gandum yang lebih kecil lagi. Ini untuk memudahkan manusia memahami bahwa meskipun iman itu telah mengecil seperti ini, Allah tetap maha penyayang akan mengeluarkannya dari neraka.
وَيَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَفِى قَلْبِهِ وَزْنُ ذَرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ
Dzarrah, dipahami para ulama sebagai benda terkecil. Dulu, dzarrah itu disebut sebagai biji sawi, namun saat ini ia bisa disebut sebagai atom atau elektron. Yang intinya, dzarrah adalah partikel terkecil yang ada di dunia. Lagi-lagi, meskipun iman sampai pada tingkat teramat sangat kecil seperti ini, Allah masih mengasihi orang beriman dengan mengeluarkannya dari neraka dan akan memasukkannya ke dalam surga. Karena itulah, sesungguhnya amat merugi orang yang tidak beriman. Sebaliknya, nikmat yang paling besar adalah nikmat iman.
Pelajaran Hadits
Pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini diantaranya adalah:
1. Iman itu bisa bertambah dan berkurang;
2. Iman setiap orang berbeda-beda, ada yang kuat ada yang lemah, ada yang besar ada yang kecil, yang kecil pun bisa setingkat sya'irah (biji gandum), burrah (biji gandum yang lebih kecil lagi), bahkan dzarrah (partikel terkecil);
3. Iman, seberapapun kecilnya, dengan rahmat Allah ia akan menjadi penyelamat dari neraka dan menjadi kunci masuk surga;
4. Allah Maha Rahim, sangat penyayang kepada hambaNya yang beriman;
5. Hendaklah kita menjaga iman kita, mempertahankannya agar tidak lepas atau hilang sama sekali
Demikian hadits ke-44 Shahih Bukhari dan penjelasannya. Semoga kita mendapatkan taufiq dari Allah SWT untuk senantiasa menjaga iman kita dan terus berusaha meningkatkannya. Wallaahu a'lam bish shawab.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar