Sabtu, 04 Oktober 2014

Hadiah pahala untuk Mayat TAFSIR Surah an-Najm ayat 39

TAFSIR Surah an-Najm ayat 39
( وَاَنْ لَيْسَ لِلْاِنْسَانِ اِلَّا مَا سَعَى (النجم: ٣٩
“Dan bahwa seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”(QS,an-Najm:39)

1. Syekh Sulaiman bin Umar Al-‘Ajili menjelaskan
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ هَذَا مَنْسُوْخُ الْحُكْمِ فِي هَذِهِ الشَّرِيْعَةِ أَيْ وَإِنَّمَا هُوَ فِي صُحُفِ مُوْسَى وَاِبْرَاهِيْمَ عَلَيْهِمَا السَّلاَمِ بِقَوْلِهِ “وَأَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِيَّتَهُمْ” فَأُدْخِلَ اْلأَبْنَاءُ فِي اْلجَنَّةِ بِصَلَاحِ اْللأَبَاءِ. وَقَالَ عِكْرِمَةُ إِنَّ ذَلِكَ لِقَوْمِ إِبْرَاهِيْمَ وَمُوْسَى عَلَيْهِمَا السَّلَامُ وَأَمَّا هَذِهِ اْلأُمَّةُ فَلَهُمْ مَا سَعَوْا وَمَا سَعَى لَهُمُ غَيْرُهُمْ (الفتوحات الإلهية,٤.٢٣٦)
“Ibnu Abbas berkata bahwa hukum ayat tersebut telah di-mansukh atau diganti dalam syari’at Nabi Muhammad SAW. Hukumnya hanya berlaku dalam syari’at Nabi Ibrahim AS dan Nabi Musa AS, kemudian untuk umat Nabi Muhammad SAW kandungan QS. Al-Najm 39 tersebut dihapus dengan firman Allah SWT وَأَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِيَّتَهُمْ Ayat ini menyatakan bahwa seorang anak dapat masuk surga karena amal baik ayahnya. Ikrimah mengatakan bahwa tidak sampainya pahala (yang dihadiahkan) hanya berlaku dalam syari’at Nabi Ibrahim AS dan Nabi Musa AS. Sedangkan untuk umat Nabi Muhammad SAW mereka dapat menerima pahala amal kebaikannya sendiri atau amal kebaikannya sendiri atau amal kebaikan orang lain” (Al-Futuhat Al-Ilahiyyah, Juz IV, hal 236)

2. Menurut Mufti Mesir Syekh Hasanain Muhammad Makhluf :
وَأَمَّا قَوْلُهُ تَعَلَى وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ اِلاً مَاسَعَى فَهُوَ مُقَيًدٌ بِمَا إِذَالَمْ يَهَبِ الْعَامِلُ ثَوَابَ عَمَلِهِ لِغَيْرِهِ وَمَعْنىَ ألْاَيَةِ أَنًهُ لَيْسَ يَنْفَعُ الْإِنْسَانَ فِي الْأَخِرَةِ إِلًا مَا عَمِلَهُ فِي الدُّنْيَا مَالَمْ يَعْمَلْ لَهُ غَيْرُهُ عَمَلًا وَيَهَبَهُ لَه فَاِّنَهُ يَنْفَعُهُ كَذَلِكَ (حكم الشريعة الإسلامية في مأتم الأربعين : ٢٣-٢٤ )
“Firman Allah SWT وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ اِلاً مَاسَعَى perlu diberi batasan, yaitu jika orang yang melakukan perbuatan baik itu tidak menghadiahkan pahalanya kepada orang lain. Maksud ayat tersebut adalah, bahwa amal seseorang tidak akan bermanfaat di akhirat kecuali pekerjaan yang telah dilakukan di dunia bila tidak ada orang lain yang menghadiahkan amalnya kepada si mayit. Apabila ada orang yang mengirimkan ibadah kepadanya, maka pahala amal itu akan sampai kepada orang yang meninggal dunia tersebut” (Hukm Al-Syari’ah Al-Islamiyah fi Ma’tam Al-Arbai’n, 23-24)

3. Menurut Syekh Muhammad Al-Arabi:
أُرِيْدُ اْلِإنْسَانُ اْلكَافِرُ وَأَمَّا اْلمُؤْمِنُ فَلَهُ مَاسَعَى أَخُوْهُ (اسعاف المسلمين والمسامات,٤٧)
“Yang dimaksud dengan kata “al-insan” ialah orang kafir. Sedangkan manusia yang beriman, dia dapat menerima usaha orang lain. (Is’af Al-Muslimin wa Al-Muslimat, 47).

Di antara sekian banyak tafsir QS. Al-Najm, 39 yang paling mudah dipahami, sekaligus dapat dijadikan landasan yang kuat untuk tidak mempertentangkan antara ayat dan hadits yang tegas menjelaskan bahwa seseorang yang meninggal dunia dapat menerima manfaat dari amalan orang yang hidup, adalah tafsir dari Abi Al-Wafa’ Ibnu ‘Aqil Al-Baghdadi Al-Hanbali (431-531 H) sebagai berikut:
اَلْجَوَابُ الْجَيِّدُ عِنْدِيْ أَنْ يُقَالَ أَلْإِنْسَانُ بِسَعْيِهِ وَحُسْنِ عُشْرَتِهِ إِكْتَسَبَ اَلْأَصْدِقَاءَ وَأَوْلَدَ اْلأَوْلَادَ وَنَكَحَ اْلأَزْوَاجَ وَأَسْدَى اْلخَيْرَوَتَوَدَّدَ إِلَى النَّاسِ فَتَرَحَّمُوْا عَلَيْهِ وَأَهْدَوْا لَهُ اْلعِبَادَاتِ وَكَانَ ذَلِكَ أَثَرُسَعْيِهِ (الروح, صحيفه: ١٤٥)
“Jawaban yang paling baik menurut saya, bahwa manusia dengan usahanya sendiri, dan juga karena pergaulannya yang baik dengan orang lain, ia akan memperoleh banyak teman, melahirkan keturunan, menikahi perempuan, berbuat baik, serta menyintai sesama. Maka, semua teman-teman, keturunan dan keluarganya tentu akan menyayanginya kemudian menghadiahkan pahala ibadahnya (ketika telah meninggal dunia). Maka hal itu pada hakikatnya merupakan hasil usahanya sendiri.” (Al-Ruh, 145).

Dr. Muhammad Bakar Ismail, seorang ahli fiqh kontemporer dari Mesir menjelaskan:
وَلَا يَتَنَافَى هَذَا مَعَ قَوْلِهِ تَعَالَى فِى سُوْرَةِ النَّجْمِ وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلاَّمَاسَعَى فَإِنَّ هَذَا التَّطَوُّعَ يُعَدُّ مِنْ قَبِيْلِ سَعْيِهِ فَلَوْلَا أَنَّهُ كَانَ بَارًا بِهِمْ فِى حَيَاتِهِ مَا تَرَحَّمُوْا عَلَيْهَ وَلَاتَطَوَّعُوْا مِنْ أَجْلِهِ فَهُوَ فِى الْحَقِيْقَةِ ثَمْرَةٌ مِنْ ثِمَارِ بِرِّهِ وَإِحْسَانِهِ (الفقه الوضح,ج: ١,ص: ٤٤٩)
“Menghadiah pahala kepada orang yang telah mati itu tidak bertentangan dengan ayat وان ليس للإنسا الإماسعى karena pada hakikatnya pahala yang dikirimkan kepada ahli kubur dimaksud merupakan bagian dari usahanya sendiri. Seandainya ia tidak berbuat baik ketika masih hidup, tentu tidak akan ada orang yang mengasihi dan menghadiahkan pahala untuknya. Karena itu sejatinya, apa yang dilakukan orang lain untuk orang yang telah meninggal dunia tersebut merupakan buah dari perbuatan baik yang dilakukan si mayit semasa hidupnya.” (Al-Fiqh Al-Wadlih, juz I, hal 449).

Dari penjelasan para ulama ahli tafsir di atas jelaslah bahwa QS. Al-Najm ayat 39 bukanlah dalil yang menjelaskan tentang tidak sampainya pahala kepada orang yang sudah meninggal, QS. Al-Najm ayat 39 tersebut bukanlah ayat yang melarang kita untuk mengirim pahala, do’a, shodaqoh kepada orang yang telah meninggal.
Wallahu a'lam

 
Super sekali,,,!!! I like it

Klo hukum ayat diatas hanya berlaku dalam syari’at Nabi Ibrahim AS dan Nabi Musa AS, berarti ad hubungannya dgn dosa waris yg ad dlm ajaran nasrani. "Manusia mewarisi dosa adam"


Krn ayat (QS An Najm 53:39) terkait kuat dengan ayat sebelumnya yakni tentang dosa bukan tentang pahala.

allaa taziru waaziratun wizra ukhraa

“(yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain” (QS An Najm 53:38)

Jadi sesungguhnya dalam bentuk lengkapnya adalah

“(yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihat (kepadanya) Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna. dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu)” (QS An Najm 53:38 s/d 42)

Jd mereka yg menyesatkan tahlil dan sodaqoh u/ mayit, mereka hny menyebarluaskan potongan-potongan ayat Al Qur’an. Menyedihkan sekali.

PenyesatTersesat.com
 
1. Pendapat Imam asy-Syafi'i rahimahullah:

Berkata Imam an-Nawawi di dalam kitabnya Syarah Shahih Muslim :


((وَأمَّا قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ فَالْمَشْهُوْرُ مِنْ مَذْهَبِ الشَّافِعِيِّ أنَّهُ لاَ يَصِلُ ثَوَابُهَا إِلَى الْمَيَّتِ ... وَدَلِيْلُ الشَّافِعِيِّ وَمُوَافِقِيْهِ قَوْلُ اللهِ تَعَالَى: )وَأَنْ لَّيْسَ لِلإِْنْسَانِ إِلاَّ مَا سَعَى(. وَقَوْلُ النَّبِيِّ: SAW "إِذِا مَاتَ ابْنَ آدَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ؛ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ")).

"Adapun bacaan al-Qur'an (yang pahalanya dikirimkan kepada mayit), maka yang masyhur dalam madzhab Syafi'i, pahalanya tidak sampai kepada mayit yang dikirimi… adapun dalil Imam asy-Syafi'i dan yang sependapat dengannya, adalah firman Allah SWT (yang artinya): "Dan seseorang tidak akan memperoleh, melainkan pahala usahanya sendiri", juga sabda Nabi SAW: "Apabila manusia telah meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga hal, yaitu: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang berdoa untuknya" [1].

2. Juga as-Subki di dalam kitab Takmilah al-Majmu' Syarah al-Muhadzab mengatakan:

((وَأمَّا قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ وَجَعْلُ ثَوَابِهَا لِلْمَيِّتِ وَالصَّلاَةُ عَنْهُ وَنَحْوُهَا فَذَهَبَ الشَّافِعِيُّ وَالْجُمْهُوْرُ أنَّهَا لاَ تَلْحَقُ الْمَيِّتَ وَكَرَّرَ ذَلِكَ فِيْ عِدَّةِ مَوَاضِعَ فِيْ شَرْحِ مُسْلِمٍ)).

"Adapun bacaan al-Qur'an dan mengirimkan pahalanya untuk mayit, mengganti shalatnya mayit[2] dan sebagainya, Imam asy-Syafi'i dan jumhur (sebagian besar ulama) berpendapat bahwa pahalanya tidak akan sampai kepada mayit yang dikirimi, dan keterangan seperti ini telah berulangkali disebutkan (oleh Imam an-Nawawi) di dalam kitab Syarah Muslim" [3].

3. Al-Haitsami, di dalam kitabnya: Al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyah, menjelaskan:

((الْمَيِّتُ لاَ يُقْرَأُ عَلَيْهِ, مَبْنِيٌّ عَلَىمَا أطْلَقَهُ الْمُتَقَدِّمُوْنَ مِنْ أَنَّ الْقِرَاءَةَ لاَ تَصِلُهُ -أَيْ الْمَيِّتَ- ِلأنَّ ثَوَابَهَا لِلْقَارِئِ، وَالثَّوَابُ المُرَتَّبُ عَلَى عَمَلٍ لاَ يُنْقَلُ عَنْ عَامِلِ ذَلِكَ الْعَمَلِ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: )وَأَنْ لَّيْسَ لِلإِْنْسَانِ إِلاَّ مَا سَعَى (النجم: 39)).

"Mayit tidak boleh dibacakan atasnya, berdasarkan keterangan yang mutlak dari ulama mutaqaddimin (terdahulu); bahwa bacaan (yang pahalanya dikirimkan kepada mayit) adalah tidak akan sampai kepadanya, sebab pahala bacaan itu adalah untuk pembacanya saja. Adapun pahala hasil amalan tidak dapat dipindahkan dari 'amil (yang mengamalkan) perbuatan itu, adalah berdasarkan firman Allah SWT (yang artinya): "Dan manusia tidak memperoleh kecuali pahala dari hasil usahanya sendiri" An-Najm: 39"[4].

4. Imam al-Muzani, di dalam Hamisy Al-Umm, mengatakan demikian:

((فَأَعْلَمَ رَسُوْلُ اللهِ SAW كَمَا أعْلَمَ اللهُ مِنْ أَنَّ جِنَايَةَ كُلِّ امْرِئٍ عَلَيْهِ كَمَا أَنَّ عَمَلَهُ لَهُ لاَ لِغَيْرِهِ وَلاَ عَلَيْهِ)).

"Rasulullah SAW telah memberitahukan sebagaimana yang diberitahukan Allah SWT; bahwa (ganjaran atas) dosa seseorang akan menimpa dirinya sendiri, sebagaimana pahala amalnya adalah untuk dirinya sendiri, bukan untuk orang lain" [5].

5. Imam al-Khazin di dalam tafsirnya mengatakan sebagai berikut:

((وَالمَشْهُوْرُ مِنْ مَذْهَبِ الشَّافِعِيِّ أَنَّ قِرَاءَةَ الْقُرْآنِ لاَ يَصِلُ لِلْمَيِّتِ ثَوَابُهَا)).

"Dan yang masyhur dalam madzab Syafi'i, bahwa bacaan Qur'an (yang pahalanya dikirimkan kepada mayit) tidak sampai kepada mayit yang dikirimi " [6].

6. Di dalam Tafsir al-Jalalain disebutkan demikian:
((فَلَيْسَ لَهُ مِنْ سَعِيِ غَيْرِهِ الْخَيْرِ شَيْء ٌ)).

"Maka seseorang tidak memperoleh pahala sedikit pun dari amal kebaikan orang lain " [7].
 
Fote Note:

[1] An Nawawi, Syarah Shahih Muslim, juz 1, hal 90.


[2] Menggantikan shalatnya mayit, maksudnya menggantikan shalat yang ditinggalkan almarhum semasa hidupnya -pen.

[3] As Subki, Takmilah al-Majmu’ Syarah al-Muhadzab, juz 10, hal 426.

[4] Al-Haitsami, al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubra, juz 2, hal 9.

[5] Asy- Syafi'i, Hamisy al-Umm, juz 7, hal 269.

[6] AI Khazin, al-Jumal, juz 4, hal 236.

[7] Tafsir al-Jalalain, jilid 2, hal 197.
 
 

1 komentar:

  1. Kalau pahala bisa dihadiahkan, bagaimana dengan dosa? Kenapa pembahasannya hadiah pahala hanya untuk mayyit, bagaimana kalau dihadiahkan buat orang hidup?

    BalasHapus