Dalil penggunaan alat tasbih
Daripada Saad bin Abi Waqqas RA
ﻋﻦ ﺳﻌﺪ ﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﻭﻗﺎﺹ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﺃﻧﻪ ﺩﺧﻞ ﻣﻊ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻣﺮﺃﺓ ﻭﺑﻴﻦ ﻳﺪﻳﻬﺎ ﻧﻮﻯ ﺃﻭ ﺣﺼﻰ ﺗﺴﺒﺤﺒﻪ ﻓﻘﺎﻝ :ﺃﺧﺒﺮﻙ ﺑﻤﺎ ﻫﻮ ﺃﻳﺴﺮ ﻋﻠﻴﻚ ﻣﻦ ﻫﺬﺍ ﺃﻭ ﺃﻓﻀﻞ؟ ﻓﻘﺎﻝ : ﺳﺒﺤﺎﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺪﺩ ﻣﺎ ﺧﻠﻖ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀ ﻭﺳﺒﺤﺎﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﺎ ﻋﺪﺩ ﻓﻲ ﺍﻷﺭﺽ ﻭﺳﺒﺤﺎﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺪﺩ ﻣﺎ ﺑﻴﻦ ﺫﻟﻚ ﻭﺳﺒﺤﺎﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺪﺩ ﻣﺎ ﻫﻮ ﺧﺎﻟﻖ ﻭﺍﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﻣﺜﻞ ﺫﻟﻚ ﻭﺍﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ ﻣﺜﻞ ﺫﻟﻚ ﻭﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﺜﻞ ﺫﻟﻚ ﻭﻻ ﺣﻮﻝ ﻭﻻ ﻗﻮﺓ ﺇﻻ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﻣﺜﻞ ﺫﻟﻚ
(رواه أبو دوود و الترمذى و الحاكم)
Daripada Saad bin Abi Waqqas RA
Sesungguhnya Rasulullah SAW menemui seorang wanita yang sedang bertasbih dengan biji tamar atau batu.
Nabi SAW bersabda: Aku hendak memberitahu perkara yang lebih mudah dari apa yang engkau lakukan atau yang lebih baik. Iaitu ucapan zikir “maha suci Allah sebanyak bilangan makhluk di langit, maha suci Allah sebanyak bilangan makhluk di bumi, maha suci Allah sebanyak bilangan mahkluk yang berada di antara langit dan bumi, maha suci Allah sebanyak bilangan mahkluk yang Allah ciptakan, segala puji bagi Allah sebanyak itu juga, Allah maha besar sebanyak itu juga, Allah maha besar sebanyak itu juga, tiada tuhan melainkan Allah sebanyak itu juga dan tiada daya dan kekuatan melainkan dengan Allah sebanyak itu juga.
Nabi SAW bersabda: Aku hendak memberitahu perkara yang lebih mudah dari apa yang engkau lakukan atau yang lebih baik. Iaitu ucapan zikir “maha suci Allah sebanyak bilangan makhluk di langit, maha suci Allah sebanyak bilangan makhluk di bumi, maha suci Allah sebanyak bilangan mahkluk yang berada di antara langit dan bumi, maha suci Allah sebanyak bilangan mahkluk yang Allah ciptakan, segala puji bagi Allah sebanyak itu juga, Allah maha besar sebanyak itu juga, Allah maha besar sebanyak itu juga, tiada tuhan melainkan Allah sebanyak itu juga dan tiada daya dan kekuatan melainkan dengan Allah sebanyak itu juga.
(Hadis riwayat Abu Daud, Tirmizi dan al-Hakim.)
Sahabat yang menggunakan alat bantu zikir. Qasim bin Abdur Rahman berkata: “Abu Darda memiliki biji kurma yang diletakkan dalam beg plastic. Apabila telah selesai solat subuh beliau akan mengeluarkannya satu persatu sambil bertasbih sehinggalah habis biji kurma tersebut dikeluarkan.”
Naim bin Muharrar bin Abu Hurairah cucu Abu hurairah telah berkata:“Sesungguhnya Abu Hurairah
memiliki 2000 lembar benang . Beliau tidak akan tidurmelainkan setelah bertasbih sebanyak lembaran benang tersebut.”Pandangan UlamaImam Syaukani menyatakan:“Dua hadis yang lain menunjukkan kepada
pengharusan bertasbih dengan batu dan biji kurma.
Demikian juga harus dengan tasbih kerana tiada perbezaan diantara keduanya.
Ini berdasarkan mendiamkan apa yang dilakukan oleh dua wanita tersebut dalam dua hadis. Tiada bangkangan Nabi SAW terhadap perbuatan wanita yang bertasbih menunjukkan pengharusan dan baginda menunjukkan zikir yang lebih baik tidak menafikan pengharusan.”Imam Ibnul Jauzi berkata:“Sesungguhnya berzikir dengan tasbih adalah sunat berdasarkan hadis Sofiyah yang bertasbih dengan biji kurma atau batu.
Dalam kitab Dururul Mukhtar (mazhab Hanafi) ada menyebutkan: “Tidak mengapa mengunakan tasbih
sekiranya tidak riya"
Dahulu mereka bertasbih dan menghitungnya dengan jari jemarinya sebagaimana dalam hadits,
hadits shahih riwayat Aisyah yang menyatakan bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menghitung bilangan tasbih-nya dengan memakai tangan kanan. Aisyah berkata,
Aisyah Radhiyallahu 'anha berkata:
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
Abdullah bin Umar, beliau berkata:
Hadits Abu Hurairah, ia berkata:
sekiranya tidak riya"
Kalau ndak punya tasbih ya pake jari
Dahulu mereka bertasbih dan menghitungnya dengan jari jemarinya sebagaimana dalam hadits,
وَأَنْ يَعْقِدْنَ بِالأَنَامِلِ فَإِنَّهُنَّ مَسْئُولاَتٌ مُسْتَنْطَقَاتٌ
"Dan hitunglah dengan jari jemari, karena sesungguhnya (jari-jemari itu) akan ditanya dan akan berbicara." (HR. Abu Daud dan Tirmizi)hadits shahih riwayat Aisyah yang menyatakan bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menghitung bilangan tasbih-nya dengan memakai tangan kanan. Aisyah berkata,
إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُعْحِبُهُ التَّيَمُّنُ فِيْ تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُوْرِهِ وَفِيْ شَأْنِهِ كُلِّهِ
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu memulai (mendahulukan) yang kanan, dalam memakai sendal, bersisir, bersuci, dan dalam segala hal.” (HR. Bukhari)Aisyah Radhiyallahu 'anha berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ اللَّهَ عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ
"Rasulullah selalu berdzikir kepada Allah dalam setiap kesempatannya". [HR Bukhari dan Muslim].Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :
مَنْ سَبَّحَ اللَّهَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَحَمِدَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَكَبَّرَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَتْلِكَ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ وَقَالَ تَمَامَ الْمِائَةِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ
"Barangsiapa yang mengucapkan “subhaanallah” setiap selesai shalat 33 kali, “alhamdulillah” 33 kali dan “Allahu Akbar” 33 kali; yang demikian berjumlah 99 dan menggenapkannya menjadi seratus dengan “La ilaha illallahu wahdahu la syarikalah, la hul mulku walahul hamdu wa huwa ‘la kulli syai-in qadir”(لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ)
akan diampuni kesalahannya, sekalipun seperti buih lautan" [HR Muslim dari Abu Hurairah].Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى
"Setiap pergelangan salah seorang dari kamu adalah shadaqah, setiap tasbih shadaqah, setiap tahmid shadaqah, tahlil shadaqah, takbir shadaqah, mengajak kepada kebaikan shadaqah dan mencegah dari kemungkaran shadaqah dan semua itu cukup dengan dua raka’at dhuha". [HR Bukhari dan Muslim].Abdullah bin Umar, beliau berkata:
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْقِدُ التَّسْبِيحَ قَالَ ابْنُ قُدَامَةَ بِيَمِينِهِ
"Saya melihat Rasulullah menghitung tasbih (dzikirnya); Ibnu Qudamah mengatakan dengan tangan kanannya". [3] [3]. HR Abu Dawud, Bab tasbih bil hasha, no. 1502.Hadits Abu Hurairah, ia berkata:
كَانَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُسَبِّحُ بِالْحَصَى
"Rasulullah bertasbih dengan menggunakan kerikil." [7]
[7].
HR Abu Al Qashim Al Jurjaani dalam Tarikh Jurjaan, no. 68. Dalam
sanadnya terdapat Abdullah bin Muhammad bin Rabi’ah Al Qudami yang
sering membuat hadits munkar dan maudhu. Dan didhaifkan oleh Syaikh
Albani dalam Silsilah, no.1002. << hadis dhoif boleh diamalkan.
Hadits Shafiyah binti Hayyi (isteri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam) yang berbunyi:
Hadits Shafiyah binti Hayyi (isteri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam) yang berbunyi:
عَنْ كِنَانَةَ مَوْلَى صَفِيَّةَ قَال سَمِعْتُ صَفِيَّةَ تَقُولُ دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبَيْنَ يَدَيَّ أَرْبَعَةُ آلَافِ نَوَاةٍ أُسَبِّحُ بِهَا فَقَالَ لَقَدْ سَبَّحْتِ بِهَذِهِ أَلَا أُعَلِّمُكِ بِأَكْثَرَ مِمَّا سَبَّحْتِ بِهِ فَقُلْتُ بَلَى عَلِّمْنِي فَقَالَ قُولِي سُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ خَلْقِهِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ مِنْ حَدِيثِ صَفِيَّةَ إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ مِنْ حَدِيثِ هَاشِمِ بْنِ سَعِيدٍ الْكُوفِيِّ وَلَيْسَ إِسْنَادُهُ بِمَعْرُوفٍ وَفِي الْبَاب عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ
"Dari Kinanah budak Shafiyah berkata, saya mendengar Shafiyah berkata: Rasulullah pernah menemuiku dan di tanganku ada empat ribu nawat (bijian korma) yang aku pakai untuk menghitung dzikirku. Aku berkata,”Aku telah bertasbih dengan ini.” Rasulullah bersabda,”Maukah aku ajari engkau (dengan) yang lebih baik dari pada yang engkau pakai bertasbih?” Saya menjawab,”Ajarilah aku,” maka Rasulullah bersabda,”Ucapkanlah :سُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ خَلْقِهِ
"Maha Suci Allah sejumlah apa yang diciptakan oleh Allah dari sesuatu"
(HR
Tirmidzi, beliau berkata,”Hadist ini gharib. Saya tidak mengetahuinya,
kecuali lewat jalan ini, yaitu Hasyim bin Sa’id Al Kufi.” Ibnu Hajar
dalam kitab At Taqrib menyebutnya dhaif (lemah), begitu juga gurunya,
Kinanah Maula Shafiyah didhaifkan oleh Al Adzdi).
Kedua : Hadits yang diriwayatkan oleh Sa’ad bin Abi Waqqash:
Kedua : Hadits yang diriwayatkan oleh Sa’ad bin Abi Waqqash:
ﻋﻦ ﺳﻌﺪ ﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﻭﻗﺎﺹ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ أَنَّهُ دَخَلَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى امْرَأَةٍ وَبَيْنَ يَدَيْهَا نَوًى أَوْ قَالَ حَصًى تُسَبِّحُ بِهِ فَقَالَ أَلَا أُخْبِرُكِ بِمَا هُوَ أَيْسَرُ عَلَيْكِ مِنْ هَذَا أَوْ أَفْضَلُ سُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ مَا خَلَقَ فِي السَّمَاءِ وَسُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ مَا خَلَقَ فِي الْأَرْضِ وَسُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ مَا بَيْنَ ذَلِكَ وَسُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ مَا هُوَ خَالِقٌ وَاللَّهُ أَكْبَرُ مِثْلَ ذَلِكَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ مِثْلَ ذَلِكَ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ مِثْلَ ذَلِكَ قَالَ أَبُو عِيسَى وَهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ مِنْ حَدِيثِ سَعْدٍ
"Dia (Sa’ad bin Abi Waqqash) bersama Rasulullah menemui seorang wanita dan di tangan wanita tersebut ada bijian atau kerikil yang digunakan untuk menghitung tasbih (dzikir). Rasulullah bersabda,”Maukah kuberitahu engkau dengan yang lebih mudah dan lebih afdhal bagimu dari pada ini? (Ucapkanlah): Maha Suci Allah sejumlah ciptaanNya di langit, Maha Suci Allah sejumlah ciptaanNya di bumi, Maha Suci Allah sejumlah ciptaanNya diantara keduanya, Maha Suci Allah sejumlah ciptaanNya sejumlah yang Dia menciptanya, dan ucapan: اللَّهُ أَكْبَرُ seperti itu, َالْحَمْدُ لِلَّهِ seperti itu, dan لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ seperti itu.”
(HR
Abu Dawud, 4/ 366; At Tirmidzi, no. 3568 dan berkata,”Hadits hasan
gharib.” Nasai’i dalam Amal Al Yaum wa Lailah; Ath Thabrani dalam Ad
Du’a, 3/ 1584; Al Baihaqi dalam Asy Syu’ab, 1/347 Al Baghawi, dalam
Syarhu As Sunnah, 1279 dan lainnya. Semua sanadnya bersumber pada Sa’id
bin Abi Hilal. Ibnu Hajar menganggapnya “shaduuq”).
firman Allah :
firman Allah :
أَصْحَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَئِذٍ خَيْرٌ مُّسْتَقَرًّا وَأَحْسَنُ مَقِيلاً
"Penghuni-penghuni surga pada hari itu lebih baik tempat tinggalnya dan lebih indah tempat istirahatnya".
[Al Furqon : 24].
jika orang yang melakukannya itu memiliki niat yang baik (baca: ikhlas) maka berzikir dengan menggunakan biji tasbih adalah perbuatan yang baik dan tidak makruh.
Sumber:
Majmu Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah jilid 22, hal 506, cetakan standar.
Sejarah Tasbih Dan Hukumnya
Dzikrullah, merupakan amalan yang sangat dianjurkan oleh Allah Jalla Jalaluhu dan RasulNya, dan diperintahkan untuk melakukannya sebanyak-banyaknya, sebagaimana firmanNya, artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya".
[Al Ahzab : 41]
Aisyah Radhiyallahu 'anha berkata:
[HR Bukhari dan Muslim].
Dzikir dibagi menjadi dua.
Pertama, dzikir mutlaq. Yaitu dzikir yang tidak terkait dengan waktu, jumlah, tempat dan keadaan. Semua perbuatan dan perkataan yang bisa mengingatkan seseorang kepada Allah Jalla Jalaluhu, termasuk dalam dzikir jenis ini, seperti: membaca Al Qur’an, menuntut ilmu, dan lainnya. Seseorang bisa melakukan dzikir kapan saja, berapapun jumlahnya selama tidak bertentangan dengan hal-hal yang sudah ditetapkan dalam agama.
Kedua, dzikir muqayyad. Yaitu dzikir yang terikat dengan tempat, seperti: dzikir di Arafah, di Multazam, ketika masuk dan keluar masjid, kamar mandi dan lainnya. Atau terikat dengan jumlah, waktu dan cara. Oleh karenanya, dalam pelaksanaannya juga terikat dengan tata cara yang pernah dilakukan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Di antara contoh dzikir yang terikat dengan jumlah, waktu dan cara, misalnya sebagaimana disabdakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :
[HR Muslim dari Abu Hurairah].
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
[HR Bukhari dan Muslim].
Beliau (Syaikh Athiyah) tidak menyebutkan dalilnya harus dengan ruas jari [2]. Yang pasti, menurut beliau, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menghitung dzikirnya dengan jari tangannya, sebagaimana disebutkan oleh Abdullah bin Umar, beliau berkata:
Saat sekarang ini, kita sering melihat -khususnya selesai shalat-, orang menghitung dzikirnya dengan menggunakan alat tasbih, yaitu semacam biji-bijian terbuat dari kayu, tulang atau lainnya yang dirangkai dengan benang atau tali, yang jumlahnya biasanya seratus biji. Orang Arab menyebutnya subhah, misbahah, tasaabih, nizaam, atau alat.
Sementara orang-orang sufi menyebutnya al mudzakkirah billah (pengingat kepada Allah), raabitatul qulub (pengikat hati), hablul washl atau sauth asy syaithan (cambuk syaitan).
Karena dzikir merupakan bagian dari ibadah atau dianggap sebagai ibadah, maka kita harus mengetahui hukumnya, agar benar dalam mengamalkannya.
Bagaimana hukum menggunakan alat-alat tersebut?
Pertama: Hadits Shafiyah binti Hayyi (isteri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam) yang berbunyi:
Kedua : Hadits yang diriwayatkan oleh Sa’ad bin Abi Waqqash:
Ketiga : Hadits Abu Hurairah, ia berkata:
(HR Abu Al Qashim Al Jurjaani dalam Tarikh Jurjaan, no. 68. Dalam sanadnya terdapat Abdullah bin Muhammad bin Rabi’ah Al Qudami yang sering membuat hadits munkar dan maudhu. Dan didhaifkan oleh Syaikh Albani dalam Silsilah, no.1002) << boleh mengamalkan hadis doif
Adapun hadits Sa’ad bin Abi Waqqash yang menyebutkan beliau melihat wanita yang memegang bijian untuk bertasbih, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menawarkan sesuatu yang lebih mudah, yang akan dijarkan kepadanya dan lebih afdhal. Lafadz “afdhal” atau “aisar” (lebih mudah), bukan berarti yang lainnya itu baik atau mudah juga.
Sebagaimana firman Allah :
"Penghuni-penghuni surga pada hari itu lebih baik tempat tinggalnya dan lebih indah tempat istirahatnya".
[Al Furqon : 24].
Contoh lainnya, juga sebagaimana dalam firman Allah Jalla Jalaluhu.
"Apakah Allah yang lebih baik, ataukah apa yang mereka persekutukan dengan Dia?"
[An Naml : 59].
“Berdasarkan dalil yang sahih Nabi Muhammad itu berdzikir dengan menggunakan jarinya.” Bangkak ngedumel.
“Ada masalah kang?” Sahut Mbah Lalar.
“Tentu saja bermasalah, kenapa Mbah Lalar berdzikir menggunakan tasbih, ajaran dari mana itu? Bangkak semakin sewot.
“Lho, saya juga menggunakan tangan kok!” Mbah Lalar bernada serius.
“Lha, yang Mbah pegang itu apa?” Tanya Kang Bangkak.
“Tasbih….” Jawab Mbah Lalar singkat.
“Terus, katanya pake tangan?”, desak Bangkak.
“Lha iya, saya muter tasbih gak pake kaki ‘kan? Pake jari tangan ‘kan?”
Bangkak gelagapan, sambil berkelit ia sempat berujar, “tapi kan, anu, gak ada contoh, eh mirip pendeta…. Udah deh ana pamit salam alekum…”
“Wa alaikum salam wr wb, eh Kang tasbih saya seperti apa?” Mbah lalar melanjutkan godanya, sambil terkekeh kekeh
Tasbih Bukan Bid’ah
وعد التسبيح بالأصابع سنة كما قال النبى للنساء سبحن وإعقدن بالأصابع فإنهن مسؤولات مستنطقات
Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Menghitung tasbih dengan jari itu dianjurkan. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para wanita, “Bertasbihlah dan hitunglah dengan jari karena sesungguhnya jari jemari itu akan ditanyai dan diminta untuk berbicara.وأما عده بالنوى والحصى ونحو ذلك فحسن وكان من الصحابة رضى الله عنهم من يفعل ذلك وقد رأى النبى أم المؤمنين تسبح بالحصى واقرها على ذلك وروى أن أبا هريرة كان يسبح به
Sedangkan berdzikir dengan menggunakan biji atau kerikil atau pun semisalnya maka itu adalah perbuatan yang baik. Di antara para sahabat ada yang melakukannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melihat salah seorang isterinya bertasbih dengan menggunakan kerikil dan beliau membiarkannya. Terdapat pula riwayat yang menunjukkan bahwa Abu Hurairah bertasbih dengan menggunakan kerikil.وأما التسبيح بما يجعل فى نظام من الخرز ونحوه فمن الناس من كرهه ومنهم من لم يكرهه
Adapun bertasbih dengan menggunakan manik-manik yang dirangkai menjadi satu (sebagaimana biji tasbih yang kita kenal saat ini, pent) maka ulama berselisih pendapat. Ada yang menilai hal tersebut hukumnya makruh, ada pula yang tidak setuju dengan hukum makruh untuk perbuatan tersebut.وإذا أحسنت فيه النية فهو حسن غير مكروه
(Kesimpulannya)jika orang yang melakukannya itu memiliki niat yang baik (baca: ikhlas) maka berzikir dengan menggunakan biji tasbih adalah perbuatan yang baik dan tidak makruh.
وأما إتخاذه من غير حاجة أو إظهاره للناس مثل تعليقه فى العنق أو جعله كالسوار فى اليد او نحو ذلك فهذا إما رياء للناس أو مظنة المراءاة ومشابهة المرائين من غير حاجة
Adapun memiliki biji tasbih tanpa ada kebutuhan untuk itu atau mempertontonkan biji tasbih kepada banyak orang semisal dengan mengalungkannya di leher atau menjadikannya sebagai gelang di tangan atau semisalnya maka status pelakunya itu ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, dia riya’ dengan perbuatannya tersebut. Kemungkinan kedua, dimungkinkan dia akan terjerumus ke dalam perbuatan riya’ dan perbuatan tersebut adalah perbuatan menyerupai orang-orang yang riya’ tanpa ada kebutuhan.الأول محرم
Jika benar kemungkinan pertama maka hukum perbuatan tersebut adalah haram.والثاني أقل أحواله الكراهة
Jika yang tepat adalah kemungkinan yang kedua maka hukum yang paling ringan untuk hal tersebut adalah makruh.فإن مراءاة الناس فى العبادات المختصة كالصلاة والصيام والذكر وقراءة القرآن من أعظم الذنوب
Sesungguhnya memamerkan ibadah mahdhah semisal shalat, puasa, dzikir dan membaca al Qur’an kepada manusia adalah termasuk dosa yang sangat besar”.Sumber:
Majmu Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah jilid 22, hal 506, cetakan standar.
Sejarah Tasbih Dan Hukumnya
Dzikrullah, merupakan amalan yang sangat dianjurkan oleh Allah Jalla Jalaluhu dan RasulNya, dan diperintahkan untuk melakukannya sebanyak-banyaknya, sebagaimana firmanNya, artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya".
[Al Ahzab : 41]
Aisyah Radhiyallahu 'anha berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ اللَّهَ عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ
"Rasulullah selalu berdzikir kepada Allah dalam setiap kesempatannya".[HR Bukhari dan Muslim].
Dzikir dibagi menjadi dua.
Pertama, dzikir mutlaq. Yaitu dzikir yang tidak terkait dengan waktu, jumlah, tempat dan keadaan. Semua perbuatan dan perkataan yang bisa mengingatkan seseorang kepada Allah Jalla Jalaluhu, termasuk dalam dzikir jenis ini, seperti: membaca Al Qur’an, menuntut ilmu, dan lainnya. Seseorang bisa melakukan dzikir kapan saja, berapapun jumlahnya selama tidak bertentangan dengan hal-hal yang sudah ditetapkan dalam agama.
Sunah dzikir setelah sholat
Kedua, dzikir muqayyad. Yaitu dzikir yang terikat dengan tempat, seperti: dzikir di Arafah, di Multazam, ketika masuk dan keluar masjid, kamar mandi dan lainnya. Atau terikat dengan jumlah, waktu dan cara. Oleh karenanya, dalam pelaksanaannya juga terikat dengan tata cara yang pernah dilakukan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Di antara contoh dzikir yang terikat dengan jumlah, waktu dan cara, misalnya sebagaimana disabdakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :
مَنْ سَبَّحَ اللَّهَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَحَمِدَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَكَبَّرَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَتْلِكَ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ وَقَالَ تَمَامَ الْمِائَةِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ
"Barangsiapa yang mengucapkan “subhaanallah” setiap selesai shalat 33 kali, “alhamdulillah” 33 kali dan “Allahu Akbar” 33 kali; yang demikian berjumlah 99 dan menggenapkannya menjadi seratus dengan “La ilaha illallahu wahdahu la syarikalah, la hul mulku walahul hamdu wa huwa ‘la kulli syai-in qadir”(لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ),
akan diampuni kesalahannya, sekalipun seperti buih lautan"[HR Muslim dari Abu Hurairah].
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى.
"Setiap pergelangan salah seorang dari kamu adalah shadaqah, setiap tasbih shadaqah, setiap tahmid shadaqah, tahlil shadaqah, takbir shadaqah, mengajak kepada kebaikan shadaqah dan mencegah dari kemungkaran shadaqah dan semua itu cukup dengan dua raka’at dhuha".[HR Bukhari dan Muslim].
Beliau (Syaikh Athiyah) tidak menyebutkan dalilnya harus dengan ruas jari [2]. Yang pasti, menurut beliau, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menghitung dzikirnya dengan jari tangannya, sebagaimana disebutkan oleh Abdullah bin Umar, beliau berkata:
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْقِدُ التَّسْبِيحَ قَالَ ابْنُ قُدَامَةَ بِيَمِينِهِ.
"Saya melihat Rasulullah menghitung tasbih (dzikirnya); Ibnu Qudamah mengatakan dengan tangan kanannya".Saat sekarang ini, kita sering melihat -khususnya selesai shalat-, orang menghitung dzikirnya dengan menggunakan alat tasbih, yaitu semacam biji-bijian terbuat dari kayu, tulang atau lainnya yang dirangkai dengan benang atau tali, yang jumlahnya biasanya seratus biji. Orang Arab menyebutnya subhah, misbahah, tasaabih, nizaam, atau alat.
Sementara orang-orang sufi menyebutnya al mudzakkirah billah (pengingat kepada Allah), raabitatul qulub (pengikat hati), hablul washl atau sauth asy syaithan (cambuk syaitan).
Karena dzikir merupakan bagian dari ibadah atau dianggap sebagai ibadah, maka kita harus mengetahui hukumnya, agar benar dalam mengamalkannya.
Bagaimana hukum menggunakan alat-alat tersebut?
Pertama: Hadits Shafiyah binti Hayyi (isteri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam) yang berbunyi:
عَنْ كِنَانَةَ مَوْلَى صَفِيَّةَ قَال سَمِعْتُ صَفِيَّةَ تَقُولُ دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبَيْنَ يَدَيَّ أَرْبَعَةُ آلَافِ نَوَاةٍ أُسَبِّحُ بِهَا فَقَالَ لَقَدْ سَبَّحْتِ بِهَذِهِ أَلَا أُعَلِّمُكِ بِأَكْثَرَ مِمَّا سَبَّحْتِ بِهِ فَقُلْتُ بَلَى عَلِّمْنِي فَقَالَ قُولِي سُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ خَلْقِهِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ مِنْ حَدِيثِ صَفِيَّةَ إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ مِنْ حَدِيثِ هَاشِمِ بْنِ سَعِيدٍ الْكُوفِيِّ وَلَيْسَ إِسْنَادُهُ بِمَعْرُوفٍ وَفِي الْبَاب عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ
"Dari Kinanah budak Shafiyah berkata, saya mendengar Shafiyah berkata: Rasulullah pernah menemuiku dan di tanganku ada empat ribu nawat (bijian korma) yang aku pakai untuk menghitung dzikirku. Aku berkata,”Aku telah bertasbih dengan ini.” Rasulullah bersabda,”Maukah aku ajari engkau (dengan) yang lebih baik dari pada lafal yang engkau bertasbih?” Saya menjawab,”Ajarilah aku,” maka Rasulullah bersabda,”Ucapkanlah :سُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ خَلْقِهِ.
(Maha Suci Allah sejumlah apa yang diciptakan oleh Allah dari sesuatu).”Kedua : Hadits yang diriwayatkan oleh Sa’ad bin Abi Waqqash:
أَنَّهُ دَخَلَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى امْرَأَةٍ وَبَيْنَ يَدَيْهَا نَوًى أَوْ قَالَ حَصًى تُسَبِّحُ بِهِ فَقَالَ أَلَا أُخْبِرُكِ بِمَا هُوَ أَيْسَرُ عَلَيْكِ مِنْ هَذَا أَوْ أَفْضَلُ سُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ مَا خَلَقَ فِي السَّمَاءِ وَسُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ مَا خَلَقَ فِي الْأَرْضِ وَسُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ مَا بَيْنَ ذَلِكَ وَسُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ مَا هُوَ خَالِقٌ وَاللَّهُ أَكْبَرُ مِثْلَ ذَلِكَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ مِثْلَ ذَلِكَ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ مِثْلَ ذَلِكَ قَالَ أَبُو عِيسَى وَهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ مِنْ حَدِيثِ سَعْدٍ.
"Dia (Sa’ad bin Abi Waqqash) bersama Rasulullah menemui seorang wanita dan di tangan wanita tersebut ada bijian atau kerikil yang digunakan untuk menghitung tasbih (dzikir). Rasulullah bersabda,”Maukah kuberitahu engkau dengan yang lebih mudah dan lebih afdhal bagimu dari pada ini? (Ucapkanlah): Maha Suci Allah sejumlah ciptaanNya di langit, Maha Suci Allah sejumlah ciptaanNya di bumi, Maha Suci Allah sejumlah ciptaanNya diantara keduanya, Maha Suci Allah sejumlah ciptaanNya sejumlah yang Dia menciptanya, dan ucapan: اللَّهُ أَكْبَرُ seperti itu, َالْحَمْدُ لِلَّهِ seperti itu, dan لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ seperti itu".Ketiga : Hadits Abu Hurairah, ia berkata:
كَانَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُسَبِّحُ بِالْحَصَى
"Rasulullah bertasbih dengan menggunakan kerikil."(HR Abu Al Qashim Al Jurjaani dalam Tarikh Jurjaan, no. 68. Dalam sanadnya terdapat Abdullah bin Muhammad bin Rabi’ah Al Qudami yang sering membuat hadits munkar dan maudhu. Dan didhaifkan oleh Syaikh Albani dalam Silsilah, no.1002) << boleh mengamalkan hadis doif
Adapun hadits Sa’ad bin Abi Waqqash yang menyebutkan beliau melihat wanita yang memegang bijian untuk bertasbih, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menawarkan sesuatu yang lebih mudah, yang akan dijarkan kepadanya dan lebih afdhal. Lafadz “afdhal” atau “aisar” (lebih mudah), bukan berarti yang lainnya itu baik atau mudah juga.
Sebagaimana firman Allah :
أَصْحَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَئِذٍ خَيْرٌ مُّسْتَقَرًّا وَأَحْسَنُ مَقِيلاً
"Penghuni-penghuni surga pada hari itu lebih baik tempat tinggalnya dan lebih indah tempat istirahatnya".
[Al Furqon : 24].
Contoh lainnya, juga sebagaimana dalam firman Allah Jalla Jalaluhu.
ءَآاللهُ خَيْرٌ أَمَّا يُشْرِكُونَ
"Apakah Allah yang lebih baik, ataukah apa yang mereka persekutukan dengan Dia?"
[An Naml : 59].
Jari-Jari Tasbih memutar tasbih
Jari-Jari Tasbih“Berdasarkan dalil yang sahih Nabi Muhammad itu berdzikir dengan menggunakan jarinya.” Bangkak ngedumel.
“Ada masalah kang?” Sahut Mbah Lalar.
“Tentu saja bermasalah, kenapa Mbah Lalar berdzikir menggunakan tasbih, ajaran dari mana itu? Bangkak semakin sewot.
“Lho, saya juga menggunakan tangan kok!” Mbah Lalar bernada serius.
“Lha, yang Mbah pegang itu apa?” Tanya Kang Bangkak.
“Tasbih….” Jawab Mbah Lalar singkat.
“Terus, katanya pake tangan?”, desak Bangkak.
“Lha iya, saya muter tasbih gak pake kaki ‘kan? Pake jari tangan ‘kan?”
Bangkak gelagapan, sambil berkelit ia sempat berujar, “tapi kan, anu, gak ada contoh, eh mirip pendeta…. Udah deh ana pamit salam alekum…”
“Wa alaikum salam wr wb, eh Kang tasbih saya seperti apa?” Mbah lalar melanjutkan godanya, sambil terkekeh kekeh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar